jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu
Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..
Rabu, 19 November 2008
PKS Learns to Rock
detik.com (20/11/08). Menyandang predikat partai dakwah ternyata tidak selalu membuat PKS kaku dalam menentukan pilihan-pilihannya. Termasuk dalam pilihan selera musik.
Acara Silaturahim dan Dialog Antar Keluarga Pahlawan Nasional yang diadakan PKS di Jakarta, Rabu (19/11/2008) tidak menyuguhkan qasidah, pop Islami, nasyid, atau sejenisnya.
Partai Islam ini justru memilih rock. Musik yang sering diidentikkan dengan kebebasan dan perlawanan. Band pop rock asal Bandung, Cokelat, pun menjadi pilihan PKS sebagai pengisi acara.
Tidak tanggung-tanggung, lagu Indonesia Raya yang biasanya dinyanyikan dengan syahdu dalam setiap pembukaan acara nasional, seakan-akan terlalu konservatif untuk dibawakan secara hening. Tanpa mengurangi makna lagu kebangsaan itu, Cokelat membawakannya dengan beat ngerock, dan para hadirin pun seolah-olah mendapat warna baru dari lagu ciptaan WR Supratman itu.
Bahkan Cokelat berulang kali naik panggung membawakan lagu-lagu bernafaskan nasionalisme dan perjuangan, yang tentu saja tetap ngerock, sebagai selingan ketika berlangsungnya dialog.
"Selama saya membawakan acara, baru pertama kali acara diselingi musik seperti ini," ucap host acara sore itu, Rahma Sarita, sambil tertawa kecil.
Pelebaran Sayap
Presiden PKS Tifatul selalu mengatakan partainya akan terus bergerak ke tengah (nasionalis) meninggalkan citra partai Islam ekslusif (kanan) yang selama ini selalu disangkakan kepada PKS.
"Karena pangsa pasar (pemilih) terbesar itu nasionalis," cetus Tifatul di sela-sela acara.
Tifatul pun mengaku tidak takut partai yang dipimpinya itu akan ditinggalkan pemilihnya karena pergeseran ideologi ke tengah ini.
"Menurut riset pemilih PKS 80 persennya adalah pemilih loyal," ujar pria yang biasa dipanggil Ustad ini.
Iklan hari pahlawan (meski kontroversial) dan mungkin juga musik rock pada sore itu mempertegas partai dakwah ini akan meninggalkan citra eksklusifnya dan mendobrak tradisi lama yang kolot.
Lihat saja sikap Ketua FPKS Mahfudz Siddiq yang seperti menahan tubuhnya untuk bergoyang mendengar hentakan Indonesia Pusaka oleh Cokelat, dan hanya bisa mengangguk-anggukan kepala sambil sesekali bertepuk tangan.
Mahfudz dan beberapa kader lain memang masih malu-malu untuk terlalu berekspresi pada sore itu. Atau jangan-jangan mereka justru masih menyimpan energi agar ekspresi itu diluapkan pada saatnya nanti.
Energi yang bisa saja benar-benar meluap dan siap ngerock di waktu yang tepat di 2009. Yang jelas sore itu PKS sedang belajar ngerock.
------------
sumber: detik.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar