jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Minggu, 03 Januari 2010

Komisi X DPR RI tolak UN


BANDA ACEH. Anggota Fraksi PKS DPR RI asal Aceh, Raihan Iskandar, menolak pelaksanaan Ujian Nasional (UN) yang dinilai bentuk ketidakseriuasan pemerintah menjalankan aturan UU Sisdiknas.
Pemerintah, katanya, lebih mengedepankan ambisi dan obsesi untuk memacu ketinggalan kualitas pendidikan tanpa memperhatikan aturan perundang – undangan dan realita kondisi pendidikan yang belum memenuhi 8 (delapan) standar pendidikan nasional.

Ke delapan standar pendidikan nasional yang dibentuk BSNP, yakni Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan Pendidikan, Standar Penilaian Pendidikan.

“Akibat pemerintah menjalankan roda pendidikan sesuai selera sendiri dan tidak sesuai aturan yang sudah disepakati dan perencanaan yang matang, maka terjadilah carut marut pendidikan seperti sekarang ini,” katanya, tadi malam.

Ditambahkan, perlunya membangun proses standarisasi pendidikan nasional secara bertahap dan seimbang. Artinya ada keseimbangan kecerdasaan secara nasional, dengan demikian akan terjaga nilai-nilai akhlakul karimah. “Sebab itu, kami melihat dan mengusulkan untuk tidak menerapkan UN sekarang ini,” pintanya.

Beberapa faktor penyebab kenapa anggota Komisi X, yang antara lain membidangi masalah pendidikan ini menolak UN. Pertama, taat hukum dan aturan perundang-undangan baik UU sisdiknas maupun keputusan MA.

Khusus keputusan MA, katanya, adalah preseden buruk bagi departemen pendidikan nasional melakukan PK atas putusan MA karena akan mengesankan ketidaktaatan Diknas atas kelembagaan hukum yang berlaku.

Kedua, ditawarkan bentuk lain dari UN yaitu UASBN di mana UASBN yang pernah diterapkan juga mampu memacu meningkatkan kualitas guru dan sekolah, juga sesuai dengan UU Sisdiknas di mana kelulusan ditentukan oleh satuan pendidikan/sekolah.

Menariknya lagi, lanjut dia, UASBN lebih murah (Biaya UN Rp 500 M dan UASBN Rp 90 M), dan yang tidak kalah pentingnya adalah UASBN lebih menjaga nilai-nilai akhlaqul karimah.


Sumber: PK-Sejahtera Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar