VIVAnews. Kesolidan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan kembali diuji menjelang pembentukan kabinet 2009-2014. Muncul polarisasi di dalam partai banteng, antara pendukung masuk kabinet dan penolak masuk kabinet.
Pengamat politik Yudi Latif berpendapat, fatsun politik PDIP adalah oposisi. "Bila mengikuti fatsun politik, PDIP tentu harus mengambil sikap berada di luar pemerintah," ujar Yudi. Direktur Eksekutif Reform Institute itu menambahkan, sikap politik PDIP hampir bisa dipastikan berakar pada wataknya sebagai oposisi.
Dua pilihan yang berlawanan ini membuat PDIP berada di persimpangan. Menjadi kekuatan oposisi tunggal selama ini tidaklah mudah bagi PDIP. Sejumlah politisi senior dan fungsionaris partai ini sering berseloroh bahwa PDIP adalah partai politik yang paling tidak diminati oleh kalangan pengusaha karena sikap politiknya yang dianggap tidak menguntungkan--jauh dari kekuasaan. Padahal pengusaha seringkali dibutuhkan suatu partai politik sebagai sumber pendanaan. Tak dapat dinafikan, partai membutuhkan pendanaan yang cukup untuk mengembangkan diri dan memelihara jaringan luasnya di seluruh nusantara.
Selain itu, berdiri sebagai oposisi tunggal juga dipandang tidak efektif untuk mengontrol kebijakan pemerintah. Seringkali PDIP kalah suara dalam mekanisme voting guna memutuskan suatu produk legislasi di parlemen. Terlebih, saat ini parlemen dikuasai oleh mayoritas mutlak mitra koalisi SBY. Tentu posisi PDIP akan semakin terjepit jika ia bertahan sebagai oposisi.
Yang terburuk, peran sebagai kekuatan oposisi ternyata tidak mendapatkan apresiasi semestinya dari masyarakat, dan tidak pula berhasil mendongkrak citra PDIP sebagai partai pejuang yang prorakyat. Berdasarkan hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang diselenggarakan pada 9-15 September 2009, sebanyak 60,1 responden bahkan tidak mengetahui apakah Indonesia memiliki partai oposisi atau tidak, sementara 22 persen responden berpendapat Indonesia tidak memiliki partai oposisi. Hanya 17,9 responden yang beranggapan Indonesia mempunyai partai oposisi.
Hal itu tentu ironis, alih-alih memperoleh apresiasi terhadap perannya sebagai kekuatan penyeimbang, partai oposisi justru dipersepsikan sebagai partai yang sekedar suka mengkritik pemerintah. Akibatnya, perolehan suara PDIP menurun pada Pemilu 2009 ini.
Dengan semua pertimbangan kerugian tersebut, tak heran jika kali ini opsi bergabung dengan pemerintah menjadi alternatif yang begitu menggoda, bahkan disinyalir memicu pertentangan internal partai. Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDIP, Taufiq Kiemas, berulang kali mengatakan bahwa partainya tentu tidak akan menolak apabila diminta untuk bergabung di kabinet. Namun sang istri, Megawati Soekarnoputri, yang merupakan Ketua Umum PDIP, dikabarkan tetap bersikukuh untuk tidak membawa partainya masuk ke dalam lingkaran pemerintahan.
Isu konflik ini menyeruak sedemikian rupa sehingga Puan Maharani, putri Taufiq dan Mega, yang juga menjabat sebagai Ketua DPP PDIP, meminta semua pihak, termasuk media, untuk tidak mempertentangkan keduanya dan memanaskan situasi. Sekjen PDIP Pramono Anung juga menegaskan, keputusan final mengenai posisi politik partai tetap berada di tangan Ketua Umum, Megawati.
Berdasarkan hasil rapat DPP PDIP kemarin, diputuskan bahwa PDIP akan mengumumkan sikap politiknya empat hari lagi terhitung sejak kemarin. Tetapi masyarakat mungkin tidak perlu menunggu selama itu, karena dalam perkembangan politik yang begitu cepat dan dinamis, SBY semalam mengemukakan niatnya untuk mengumumkan susunan kabinet tanggal 15 atau 16 Oktober 2009 ini - hari ini atau besok. Dengan demikian, bisa dilihat apakah terdapat kader PDIP atau tidak dalam susunan kabinet tersebut.
Pramono Anung yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua DPR, sejak lama santer disebut berprospek untuk mengisi kabinet. Beberapa politisi senior PDIP lain pun dikabarkan cukup berkompeten untuk duduk di kabinet. Namun, sekalipun nantinya terdapat nama kader PDIP yang tercantum dalam susunan kabinet SBY, perlu dilihat apakah ia berada di kabinet atas nama partai atau sekedar individu.
"Bila ada unsur-unsur dari internal PDIP yang ingin mengembangkan diri di luar garis disiplin partai dan SBY pun ingin mengambilnya sebagai menteri, maka ia harus dilihat sebagai individu profesional, bukan wakil dari PDIP," ujar Yudi Latif. Bagaimanapun, lanjutnya, partai tidak dapat membungkam potensi kadernya.
Namun Yudi berharap, setidaknya Indonesia harus menyisakan satu kekuatan politik kritis guna menjaga check and balances terhadap pemerintah. "Jika tidak ada kekuatan lain di luar gerbong koalisi, lantas bagaimana keseimbangan dapat berjalan?" ujar Yudi menutup perbincangan.
Heran. Padahal telinga rakyat masih hangat mendengar komitmen sebelumnya
BalasHapusIya...ya... Padahal amanat munas juga menyatakan harus oposisi lho! Btw, klo dah masalah kedudukan itu cerita lain ya...
BalasHapus