jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Selasa, 01 September 2009

Suka Monopoli, Politisi PKS Sibuk Ceramah


PUASA POLITIK

Jakarta, RMOL. Jika yang lain menyebut bulan Ramadhan adalah bulan kebersamaan dengan keluarga, tidak bagi Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Hilman Rosyad Syihab.

Bagi Hilman, Ramadhan menjadi bulan yang sangat padat aktifitas. Dalam lima hari Ramadhan ini, baru sehari Rosyad bisa berbuka dengan keluarga. Maklum, Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, sering diundang untuk menyampaikan ceramah menjelang berbuka maupun ceramah Tarawih.

“Sekarang dalam sehari, minimal ada tiga kali undangan ceramah. Yaitu kuliah Subuh, ceramah ba’da Dzuhur dan ceramah Tarawih. Biasanya, sepuluh hari terakhir Ramadhan, dalam sehari bisa mencapai undangan delapan ceramah,” kata Hilman kepada Rakyat Merdeka Online (Kamis, 27/8).

Hilman, akan merasa gembira jika tidak ada undangan ceramah. Karena dengan demikian, bisa berkumpul dengan istri tercinta, Masfarwati dan kelima putera-puterinya, Sumayah, Bara, Fathimah, Aisyah, dan Shofiyah. Jika tak ada undangan, Hilman akan berbuka dan shalat Tarawih berjama’ah di rumah.

Saat berbuka, Hilman cukup makan seadanya. Biasanya hanya menyantap satu buah kurma, sedikit buah-buahan dan nasi. Hilman juga mengajarkan kepada putera-puterinya untuk makan seadanya jika Ramadhan tiba.

“Saya selalu bilang sama istri agar masak seadanya. Ramadhan adalah bulan untuk mempersedikit makan dan bukan bulan konsumtif,” kata Hilman.

Sekarang, Hilman sedang mengejar target untuk bisa dua kali khatam (selesai) membaca al-Quran selama Ramadhan. Di bulan yang lain, Hilman sudah merutinkan diri untuk khatam al-Quran, sekali dalam sebulan.

Alumni Universitas Madinah, Arab Saudi ini, dibesarkan dalam lingkungan pesantren Persatuan Islam (Persis) Bentar, Garut, Jawa Barat. Tak heran, jika dalam usia enam tahun, Hilman sudah bisa membaca al-Quran bahkan sudah bisa tamat puasa.

Walau tamat, tak jarang Hilman tidak ikut sahur, karena tidak kuat menahan kantuk. Sesekali dipaksakan bangun, kadang sahur sambil tertidur.

Waktu kecil, seusai shalat Subuh, Hilman akan membaca al-Quran hingga jam tujuh pagi. Jika baca al-Qu’ran telah selesai, Hilman akan bermain monopoli hingga matahari telah terasa menyengat. Permainan monopoli merupakan permainan yang disukainya ketika kecil.

Setelah shalat Ashar, Hilman dan bersama teman-temannya bermain gatrik. Salah satu permainan orang Jawa Barat dengan cara melempar bambu. Yang kalah, harus menggendong pemain yang menang sejarak bambu yang kena lemparan.

Seusai bermain, Hilman akan kembali ke rumah untuk berbuka atau memilih ta’jil bersama di mesjid pesantren. Jika adzan Maghrib bergema, hidangan yang diburu Hilman adalah kolak pisang dengan es candil.

Hilman sempat trauma dan tidak mau mengumandangkan adzan Maghrib lagi. Pasalnya, pernah dibohongi oleh teman-temannya. Jam masih menunjukkan jam lima, Hilam kecil sudah disuruh untuk adzan. Waktu itu, Hilman sudah pandai adzan namun belum pandai membaca jam. Hilman pun, kena marah tetangga sekitar.

Hilman kecil bukanlah penceramah, namun anak dengan dunianya sendiri. Maka, shalat Tarawih digunakan untuk berkumpul dan bercanda. Jika semua makmum sedang rukuk, Hilman akab menyered orang yang disampingnya. Akhirnya, seluruh shaf roboh berjatuhan.

Kini, Hilman berpesan agar umat Indonesia meningkatkan kualitas ibadah di bulan Ramadhan. Hilman cukup gembira dengan kegiatan keagamaan yang massif. Namun, menurut Hilman, kegiatan keagamaan masih bersifat kognitif, belum sampai pada tingkat afektif maupun psikomotorik. [yan]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar