Bukan anak sekolah saja yang hobi membolos. Anggota DPR dikabarkan juga punya hobi yang sama. Jumlahnya mencapai 300 orang dari 550 orang yang terdaftar sebagai anggota parlemen dari belasan partai politik.
Praktik membolos ini ada dua macam. Ada yang benar-benar tak setor muka dalam rapat-rapat yang berlangsung di komisi, pleno atau badan kelengkapan DPR lainnya. Ada juga yang "aspal". Namanya tercantum dalam absen atau hadir pada saat pembukaan, tapi terus menghilang entah kemana bahkan pada saat pengambilan suara (voting) dalam rapat-rapat paripurna.
Meski golongan yang pertama pantas disebut kurang ajar, tetapi mereka jauh lebih jantan. Golongan yang terakhir ini jelas lebih menyebalkan: sudah bolos, "korup" pula, sekurang-kurangnya korupsi administrasi.
Tak heran jika gagasan mengumumkan anggota DPR yang gemar membolos beroleh dukungan dari berbagai pihak. Tapi, rupanya, tak semuanya setuju soal penghukuman terhadap anggota DPR yang gemar bolos ini. Salah satunya disuarakan oleh Tjahjo Kumolo dari PDIP."Anggota DPR itu bukan PNS yang selalu dituntut ngantor setiap pagi,'' bela Ketua Fraksi PDIP Tjahjo Kumolo sebagaimana dikutip Jawa Pos (22/12).
Sebagai orang-orang yang dipilih oleh rakyat, kata Tjahjo, tanggung jawab terbesar para anggota DPR adalah kepada konstituennya. ''Jadi, nggak semua yang kebetulan tidak datang ke DPR itu malas. Sebagian besar mereka punya alasan yang cukup kuat, mulai menghadiri acara lain sampai harus menemui konstituen,'' beber Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDIP itu.
Yang tambah menarik, ada juga kecurigaan pengungkapan soal bolos-membolos ini merupakan trik politik untuk menyudutkan pihak tertentu. Dan, sepertinya PDIP-lah yang bakal dijadikan sasaran. Meski jumlah anggotanya yang membolos barangkali tak banyak, tapi melibatkan nama-nama besar yang dekat dengan Megawati. Ini diperkuat dengan adanya pembelaan secara terbuka yang diucapkan Tjahjo tersebut.
Hm, bagaimana menurut Anda?
Sumber: berpolitik.com
jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu
Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar