Nama
Gatot Pudjo Nugroho tengah populer di Provinsi Sumatera Utara. Ia
unggul dalam perhitungan cepat (quick count) pilgub, Kamis (7/3) lalu.
Pria kelahiran Magelang itu berpeluang menjadi Gubernur Sumut 2013-2018.
UNGGUL dalam penghitungan cepat pilgub menjadi prestasi bagi pria kelahiran Magelang, 11 Juni 1962.
Bersaing dengan rival pasangan calon yang semuanya adalah putra daerah
setempat, ia berhasil menunjukkan sisi ketokohannya. Beberapa tahun
terakhir ia memang menempati jabatan strategis eksekutif di Tanah Batak.
Sebelumnya ia adalah wakil gubernur Sumatera Utara periode 2008-2013
mendampingi Gubernur Syamsul Arifin. Namun, pada 2011 ia naik menjadi
Plt Gubernur Sumut karena Syamsul Arifin terjerat kasus korupsi.
Terlepas dari perjuangannya di Pilgub Sumut, ada kisah menarik mengenai
sejarah masa kecil Gatot. Putra pasangan Djoeli Tjakra Wardaja (80) dan
Soelastri (alm) ini berasal dari Kampung Potrosaran, sebuah kampung
kecil di Kelurahan Potrobangsan, Kota Magelang.
Ayahnya anggota
TNI berpangkat Sersan.Ditemui di rumah tinggalnya kini di Perumahan
Kalinegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Djoeli Tjakra pun
menuturkan riwayat Gatot.
Di Kota Magelang, Gatot menghabiskan masa remajanya dan menempuh pendidikan hingga STM Negeri Magelang.
Menjelang tamat STM, Gatot yang juga punya keinginan besar untuk
menjadi tentara itu berniat mengikuti test Akademi Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (Akabri), tetapi gagal.
’’Gatot lulus STM
pada 1981. Lalu ia bekerja dengan Pak Aknum, seorang kontraktor
bangunan. Ia tidak meneruskan pendidikan karena pada saat itu memang
saya tidak bisa lagi membiayai,’’ katanya, kemarin.
Bekerja di
perusahaan kontraktor, Gatot diberi pekerjaan menata batu untuk pondasi
Jl Raya Kaponan-Ketep. Atas pekerjaannya, ia mendapat bayaran dari
bosnya. Karena saat itu gaji yang diterima sangat kecil dan tidak sesuai
dengan tenaga yang dikeluarkan, Gatot pulang ke rumah dan menangis. Di
hadapan orang tuanya, ia merengek ingin meneruskan sekolah saja ke
Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dan tidak mau lagi bekerja.
Gatot pernah pula melamar untuk Sekolah Calon Bintara (SECABA) Angkatan
Darat (AD) namun harus tersingkir saat tes bidang kesehatan. Alasannya,
kulit kakinya yang kasar dan berlubang-lubang karena pekerjaan kasar
yang ditekuninya itu.
’’Ia pernah nangis di hadapan saya karena
gajinya tidak cucuk (tidak sesuai). Ia merengek ingin meneruskan
sekolah saja ke UGM dan tidak mau bekerja,’’ kenang sang ayah sambil
tersenyum geli.
Karena keterbatasan ekonomi, Djoeli tak lantas
mengabulkan keinginan putra keduanya itu. Gaji sebagai anggota TNI
berpangkat sersan tak mencukupi membiayai pendidikan anak hingga
perguruan tinggi. Terlebih masih ada tiga adiknya yang masih memerlukan
biaya sekolah.
Meski ditolak sang ayah, Gatot tetap bertekad
melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Tidak bisa mendaftar ke UGM,
ia memilih target lain, yakni Institut Teknologi Bandung (ITB).
Hanya berbekal selembar surat kabar yang terdapat lembar pengumuman
pendaftaran mahasiswa baru di ITB, suami dari Sutias Handayani itu
berangkat ke Bandung. Ia mendaftarkan diri di D3 Politeknik ITB Bandung
jurusan Teknik Sipil Program Studi Konstruksi Bangunan Gedung. Jurusan
tersebut untuk menghasilkan instruktur yang akan ditempatkan di
politeknik yang akan didirikan di berbagai daerah di Indonesia.
Karena tak akan dipungut biaya pendidikan, Gatot ikut tes dan akhirnya
dinyatakan lulus. Setamat program D3 ITB tersebut, Gatot ditempatkan
sebagai staf pengajar di Politeknik USU sejak 1986. Sejak saat itu, dia
tinggal di Medan hingga sekarang. Sejak itulah ia mengenal betul Tanah
Batak.
Mengenai karir politik, nama Gatot Pujo Nugroho mencuat
dan mulai dikenal luas bersamaan dengan amanah diembannya sebagai Ketua
Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PKS Sumut 2006-2011. Sebelumnya, meski
aktif dalam kegiatan dakwah bersama PKS, nama Gatot belum begitu dikenal
di tengah-tengah publik. Pasalnya, karena tercatat sebagai dosen di
Politeknik Negeri Medan (Polimed), namanya tidak masuk dalam struktur
kepengurusan PKS Sumut.
Bersamaan dengan terpilihnya dia
sebagai Ketua DPW PKS Sumut dalam Musyawarah Wilayah (Muswil) I PKS
Sumut pada akhir 2006 lalu, Gatot pun secara resmi mengundurkan diri
sebagai staf pengajar di Polimed.
Saat menduduki jabatan
sebagai Plh Ketua DPW PKS Sumut pada 2005, selanjutnya, dia diminta
menjadi calon Wakil Gubernur Sumatera Utara mendampingi Syamsul Arifin.
Sejak itu namanya makin populer di seluruh wilayah Sumatera Utara.
Sampai akhirnya ia membulatkan tekad mencalonkan diri sebagai Gubernur
Sumut periode 2013-2018 bersama Tengku Erry yang diusung PKS dan Hanura.
Pada Lebaran 2012, ia menyempatkan diri pulang ke Kota Magelang untuk
meminta doa restu orang tua dan saudara-saudaranya. Djoeli, sang ayah
pun memberi pesan kepada Gatot agar jangan banyak mengumbar janji dalam
berkampanye.
’’Saya memberi restu. Saya juga berpesan apabila
nanti berhasil terpilih sebagai gubernur, agar tetap menjalankan tugas
sesuai amanahnya. Kami orang tua tetap bangga pada Gatot dan lebih
bangga lagi kalau Gatot pun jadi kebanggaan warga Sumatera Utara,’’
ungkap Djoeli.
Sumber: DPW PKS Sumut
jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu
Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar