jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Rabu, 01 Februari 2012

Perang Ahzab..... Ketika Konspirasi Musuh Berhadapan Dengan Keteguhan Iman, Kesatuan Barisan dan Kecerdasan Pikiran

Oleh: H. Abdullah Haidir, Lc
Ketua MPW PKS Arab Saudi

Kedengkian, Permusuhan, dan Konspirasi - Bag. 1

Benarlah jika Allah Ta'ala mengingatkan kita untuk berlindung kepada-Nya dari kedengkian para pendengki (QS. Al-Falaq: 4). Karena penyakit hati tersebut akan mendorong seseorang berbuat apa saja untuk melampiaskan kedengkiannya, walau akhirnya berujung pada kehinaan dan kehancurannya.

Inilah yang melatar belakangi perang Ahzab. Kedengkian kaum Yahudi, berawal dengan diutusnya Rasulullah saw yang berasal dari bangsa Arab, bukan dari Bani Israil yang mereka harapkan. Kedengkian tersebut kian bertambah-tambah setelah Rasulullah saw hijrah ke Madinah dan mendapatkan sambutan hangat penduduk Madinah sebagai seorang Rasul dan pemimpin mereka. Kedengkian inilah yang tidak mampu membendung permusuhan mereka terhadap Rasulullah saw dan kaum muslimin, walaupun beliau saw sudah berupaya membuat perjanjian dengan mereka agar tercipta kehidupan sosial yang kondusif dengan asas saling tolong menolong, bertetangga dan saling menghormati serta tidak mengganggu dan menyakiti.

Kemenangan kaum muslimin dalam perang Badar yang semakin memperkokoh posisi mereka di Madinah, berlanjut dengan pengusiran kaum Yahudi Bani Qainuqa setelahnya, akibat mereka melanggar perjanjian yang disepakati, kemudian pengusiran Yahudi Bani Nadhir setelah perang Uhud, juga akibat tindakan mereka yang mengabaikan isi perjanjian antara kaum muslimin dan kaum Yahudi, seharusnya menyadarkan mereka untuk berpikir seribu kali mengobarkan permusuhan terhadap Rasulullah saw dan kaum muslimin. Namun begitulah kenyataannya, dengki dan dendam menutup semua pintu perenungan, berganti permusuhan yang hendak dilampiaskan.

Adalah Huyay bin Akhthab, pemimpin Bani Nadhir yang terusir dari Madinah dan kemudian tinggal di Khaibar, kurang lebih 150 km dari Madinah, bersama komunitas Yahudi Khaibar yang sudah lebih dahulu tinggal di sana, berupaya terus menghasut orang-orang Yahudi untuk terus memusuhi Rasulullah saw dan kaum muslimin. Untuk itu dia menikahkan puterinya, Shafiah (yang berikutnya, setelah perang Bani Quraidzah, dinikahi Rasulullah saw) dengan tokoh Yahudi Khaibar, Kinanah bin Rabi.

Setelah berpikir keras tentang rencana yang dapat mereka lakukan untuk meruntuhkan kekuatan Rasulullah saw dan para shahabatnya, mereka berkesimpulan bahwa kaum muslimin Madinah tidak dapat dilawan sendiri. Harus ada kekuatan bersama yang melibatkan semua pihak dan menyerang pada waktu bersamaan. Hal ini mau tidak mau menuntut adanya upaya negoisasi untuk membujuk kekuatan-kekuatan yang memusuhi kaum muslimin untuk dapat bergerak secara bersamaan dalam melumpuhkan kekuatan mereka. Terutama terhadap kaum kafir Quraisy di Mekah, musuh utama kaum muslimin kala itu.

Realisasi dari kesimpulan tersebut adalah terbentuknya sebuah tim lobi Yahudi tingkat tinggi yang bertujuan mendatangi 'pejabat-pejabat' suku Quraisy dan suku-suku lainnya yang masih memusuhi kaum muslimin untuk melakukan sebuah serangan besar-besaran dan serentak ke Madinah.


Pelajaran:

- Dengki itu berbahaya bagi diri sendiri maupun orang lain. Hati-hati dengan hati yang dengki, baik pada diri sendiri, maupun pada orang lain.

- Konspirasi musuh itu pasti ada, walau tidak tampak di permukaan. Hanya saja jangan jadikan konspirasi ini sebagai alasan ketidaberdayaan, apalagi kabur dari perjuangan.

- Yahudi, sepanjang sejarahnya, memang dikenal piawai dalam melakukan lobi. Mereka sering bekerja dalam 'diam'.


Riyadh, Rabiul Awal 1433


Al-Kufru Millatun Waahidah (Kekufuran adalah satu agama) - Bag. 2


Sepanjang sejarahnya, aqidah tauhid selalu menjadi target bersama musuh-musuh Islam. Walaupun aqidah di antara mereka satu sama lain saling bertolak belakang, namun jika sudah berhadapan dengan kaum muslimin, apalagi didorong oleh kepentingan duniawi masing-masing, mereka dapat dengan mudah merapatkan barisan untuk mengumpulkan kekuatan.

Inilah kurang lebih yang sedang diemban oleh 'tim lobi' Yahudi. Bagaimana kekuatan musuh-musuh Islam dapat mereka satukan untuk membentuk kekuatan sekutu dalam sebuah rencana operasi penyerbuan besar-besaran ke Madinah.

Delegasi ini langsung dipimpin oleh Huyay bin Akhthab, didampingi para anggotanya; Salam bin Abi Al-Huqaiq, Kinanah bin Rabi bin Abi Al-Huqaiq, Hauzah bin Qais Al-Wa'ili, Abu Ammar Al-Wa'ili, dll. Mereka langsung menuju kota Mekah untuk menemui pentolan kaum kafir Quraisy yang saat itu menjadi pusat permusuhan terhadap Rasulullah saw dan para shahabatnya.

Setibanya di Mekah, mereka disambut hangat oleh tokoh Quraisy; Abu Sufyan yang sebelumnya memang memiliki hubungan baik dengan orang-orang Yahudi. Lalu diadakan perundingan antara mereka dengan tokoh Quraisy. Intinya adalah bahwa delegasi Yahudi tersebut mendorong kaum kafir Quraisy menggelar penyerbuan besar-besaran ke Madinah untuk membasmi kaum muslimin hingga ke akar-akarnya. Tak lupa, orang-orang Yahudi tersebut mengingatkan mereka dengan perang Badar dan Perang Uhud yang telah mereka alami.

Sebagaimana diketahui, kaum kafir Quraisy sendiri saat itu masih menyimpan bara permusuhan yang besar terhadap kaum muslimin. Selain masalah idiologi, kekalahan telak pada perang Badar dan 'kemenangan tanggung' pada perang Uhud membuat api permusuhan mereka tetap menyala-nyala. Maka ajakan delegasi Yahudi tersebut tak ubahnya bak melemparkan api di atas rerumputan kering yang langsung menyala berkobar-kobar. Karenanya, tak perlu perdebatan alot untuk menyetujui ajakan kaum Yahudi itu. Apalagi tim lobi Yahudi tersebut berjanji untuk menawarkan ajakan yang sama kepada suku-suku lainnya dan juga akan mengajak Bani Quraidzah, suku Yahudi yang masih menetap di Madinah dan masih menyepakati perjanjian damai dengan kaum muslimin, untuk membatalkan perjanjian mereka dengan kaum muslimin.

Namun tokoh-tokoh Quraisy juga ingin memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mendapatkan legitimasi agama mereka di mata kaum Yahudi dengan menyodorkan sebuah pertanyaan kepada tokoh Yahudi itu, "Wahai kaum Yahudi, kalian adalah Ahlul Kitab pertama, kini kami sedang bertikai dengan Muhamad, apakah agama kami lebih baik ataukah agama dia?" Maka tanpa ragu tokoh-tokoh Yauhdi itu berkata, "Agama kalian lebih baik dari agamanya, dan kalian lebih dekat kepada kebenaran."

Demikianlah Yahudi, yang selama ini membangga-banggakan kedudukannya sebagai Ahlul Kitab, begitu saja menggadaikan aqidahnya dengan memberikan pembenaran terhadap keyakinan paganisme yang jelas-jelas bertentangan dengan keyakinan mereka. Pada merekalah Allah Ta'ala menurunkan ayat-Nya

‏أَلَمْ تَرَ إِلَى الّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطّاغُوتِ، وَيَقُولُونَ لِلّذِينَ كَفَرُوا: هَؤُلاءِ أَهْدَى مِنَ الّذِينَ آمَنُوا سَبِيلاً، أُولَئِكَ الّذِينَ لَعَنَهُمُ اللّهُ، وَمَنْ يَلْعَنِ اللّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ نَصِيرًا [سورة النساء:51

"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Al-Kitab? Mereka percaya kepada Jibt dan Thagut (setan yang disembah selain Allah) dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah) bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang beriman." (QS. An-Nisa: 51)

Setelah itu, tim lobi Yahudi tersebut menuju kabilah-kabilah kecil di jazirah Arabia dengan tujuan yang sama. Mereka mendatangi suku Ghathafan, Bani Sa'ad, Bani Murrah dan suku-suku lainnya. Berbekal persetujuan kaum kafir Quraisy atas rencana tersebut, tidak ada kesulitan untuk mendapatkan persetujuan mereka.

Maka, dalam waktu singkat, telah siap sebuah pasukan sekutu (Ahzab), terdiri dari beberapa suku Arab yang memusuhi kaum muslimin dengan suku Quraisy sebagai pemimpinnya. Diperkirakan jumlah mereka mencapai 10 ribu pasukan lebih. Jumlah terbesar berasal dari suku Quraisy. Karenanya, panglima perang dipegang oleh Abu Sufyan yang kala itu masih kafir.

Sebuah operasi perang besar-besaran siap digelar.


Pelajaran:

- Jika kepentingan telah menjadi idiologi, maka apa saja dapat digadaikan untuk memenuhinya, tak terkecuali aqidah.

- Kekuatan kufur sering berselisih jika berbicara tentang kepentingan pribadi, namun jika menghadapi kaum muslimin, mereka dengan mudah menyingkirkan perselisihan dan menggalang persatuan.






Sumber: Portal Piyungan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar