jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Rabu, 01 Februari 2012

Sikap PKS Terkait Kesejahteraan Buruh

Setelah mesin-mesin produksi mati, setelah belasan kilometer kendaraan di ruas Tol Cikampek mengular, dan sehabis para buruh menggelar aksi protes jalanan, pada Jumat (27/1) malam, ketegangan antara buruh dan pengusaha yang terpendam selama 14 hari, mulai mencair. Aksi unjukrasa ribuan buruh Bekasi ini dipicu oleh putusan PTUN Bandung yang membatalkan SK Gubernur Jabar Nomor 561/Kep.1540-Bansos/2011 tentang kenaikan UMK Bekasi.

Ditengahi Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, dan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, perwakilan buruh dan pengusaha menemukan titik temu terkait upah minimum kabupaten (UMK) Bekasi. Para pengusaha yang diwakili Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan serikat pekerja yang diwakili oleh SPSI, FSPMI, GSPMII, dan FSBDSI, mencapai kata sepakat atas empat hal.

Menurut Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI dan Jamsos) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Myra R Hanartani, dengan adanya kesepakatan baru ini, Gubernur Jawa Barat akan mencabut upaya banding terhadap putusan PTUN Bandung.

Lalu, bagi perusahaan yang nyata-nyata tidak mampu untuk memenuhi upah minimum (UM) sebagaimana Keputusan Gubernur Jawa Barat, diberikan kelonggaran untuk menyampaikan permohononan penangguhan UM kepada Gubernur Jawa Barat. Semua kesepakatan ini untuk menjaga iklim investasi.

Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PKS Herlini Amran mengatakan, kasus aksi mogok buruh ini bisa saja dianggap selesai. Namun, ada persoalan mendasar yang menjadi pemicu sesungguhnya, yakni terkait kebijakan yang mengatur hubungan tripartit antara pengusaha - pemerintah - dan pekerja itu sendiri.

Jika Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 17 Tahun 2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak itu tak segera direvisi, bisa saja aksi serupa juga timbul di daerah lain. Hal inilah yang harus segera ditangani pemerintah. Lebih dari itu, kini para buruh menanti dan menagih janji kesepakatan yang telah dicapai atas upah minimum tersebut.

Berikut wawancara REPUBLIKA dengan Herlini Amran:

Apa maksud revisi Peraturan Menteri Nomor 17 Tahun 2005?

Komisi IX kontinu melihat hubungan tripartit tadi. Satu permasalahan yang sering muncul dalam konflik ketenagakerjaan karena peraturan tadi ketinggalan zaman. Aturan yang dibuat tahun lalu tidak sesuai dengan kebutuhan pada 2012 ini. Misalnya saja, di dalam Peraturan Menteri itu ada 46 komponen yang harus dipenuhi pengusaha untuk menyusun gaji pekerja.


Padahal, dari data terakhir terdapat 102 komponen yang telah diperbarui. Jika tak segera diperbaiki peraturan ini, akan terjadi tarik ulur terus-menerus antara kedua belah pihak. Jatuhlah banyak korban dari pihak lain, bukan hanya merugikan buruh.

Langkah apa yang harus dilakukan?

Pemerintah sebagai fasilitator perlu data awal tentang kondisi perusahaan-perusahaan. Mulai dari yang sehat, setengah sehat, hingga tidak sehat. Karena selama ini, setahu saya belum ada database di tangan pemerintah yang diperlukan untuk melakukan penanganan secara terpadu terhadap perusahaan.


Ketersediaan data ini penting sebagai bahan referensi terkait pengambilan keputusan terhadap sebuah perusahaan. Dengan begitu, kebijakan yang dikeluarkan juga mem pertimbangkan kondisi tiap perusahaan yang berbeda-beda. Sebaiknya, pemerintah juga melakukan survei ke tiap daerah sehingga dapat ditarik kesimpulan masing-masing kebutuhan daerah apa saja yang perlu dipenuhi. Bukan mengesampingkan otonomi daerah, melainkan lebih baik penyelenggaraannya ditarik ke pusat agar tidak ada kecemburuan sosial antarpemerintah daerah.

Bagaimana dengan peran pemerintah daerah?

Saya melihat perlu pembenahan besar-besaran pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi di semua wilayah Indonesia. Para pegawainya bisa dibilang mandul. Mereka tidak punya keahlian khusus menangani kasus-kasus ketenagakerjaan karena rekrutmennya asal comot. Masih diperlukan campur tangan dari pusat. Walaupun kewenangan ada di tiap penyelenggara otonomi daerah, hal-hal krusial seperti ini masih perlu mediasi dan fasilitator dari pusat.


Dukungan pemerintah daerah juga tak kalah penting untuk menyelaraskan hubungan pengusaha dan buruh. Namun, sumber daya manusianya memang harus diperhatikan lagi kualitasnya.

Harapan pada penyelesaian kasus perburuhan?


Kasus buruh Bekasi ini bisa menjadi momentum untuk evaluasi bersama. Sampai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri turun tangan. Itu menandakan pentingnya suatu perbaikan sistem ketenagakerjaan, terutama kemampuan sumber daya manusia serta berupaya fokus pada perbaikan kesejahteraan rakyat.

Sumber: REPUBLIKA (30/1/12)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar