Jujur saja, sejak kecil hingga dewasa saya itu orang yang paling benci terhadap tikus. Bagi saya, selain menjijikkan tikus merupakan sosok hama yang sangat cerdik, anarkis, dan juga pencuri andal. Bahkan koruptor, mafia kasus, mafia peradilan dan mafia lainnya pun kerapkali digambarkan dalam bentuk karakter tikus.
Namun entah mengapa beberapa hari ini secara sadar saya menjadi sangat tertarik mengamati pola kehidupan hewan pengerat ini.
Lantas mulailah saya pasang mata, pasang telinga menangkap semua gerak-gerik dan aktivitasnya. Tidak terlalu sulit untuk melakukan pengintaian ini, pasalnya hingga sekarang terutama di kota besar, hampir di semua sudut dan ruang rumah, bangunan perkantoran, jalanan, dan selokan tikus akan sangat mudah sekali kita jumpai.
Setelah menunggu beberapa saat lamanya, pengintaian ini akhirnya membuahkan hasil. Seekor tikus berhasil saya buntuti tingkah lakunya dalam semalaman. Ya, semalaman, karena pengintaian itu saya lakukan di malam hari.
Mula-mula saya amati tikus itu selalu keluar masuk dari sebuah lubang yang sama di atas atap genting dapur. Tikus itu tidak terburu nafsu untuk segera beraktivitas, namun, juga melakukan pengintaian dulu terhadap keamanan sekitar. Setelah yakin cukup aman, si tikus itu pun menuruni atap melalui kabel listrik yang ada. Tak berapa lama muncul lagi beberapa ekor tikus yang mengikutinya di belakangnya.
Setelah beberapa malam saya ikuti kegiatan para hewan berekor panjang itu, ada satu kesimpulan berharga yang bisa saya dapatkan. Yaitu para mafia kasus, mafia hukum, koruptor dan sebangsanya itu ternyata memang pantas diberi simbol tikus. Karena pola kegiatan mereka, sama persis dengan apa yang bangsa tikus lakukan.
Pertama tikus-tikus itu begitu bangga menyebut aksi mencurinya dengan sebutan tindakan heroisme, pasalnya siapa tikus yang berhasil mencuri paling banyak seolah dialah pahlawan bagi bangsanya. Kedua dalam menjalankan kegiatannya, para tikus itu selalu rapi dan bersih. Buktinya mereka tidak pernah sekalipun meninggalkan jejak yang bisa dipakai manusia untuk melacak di mana sarangnya.
Ketiga, para tikus itu pun selalu belajar dari kesalahan pendahulunya, yang mana pernah terjebak dalam perangkap yang dipasang manusia. Buktinya ketika Anda memasang jebakan tikus yang sudah pernah memakan korban, di tempat yang sama meski berlainan hari, tak ada seekor tikuspun yang berminat mendatanginya walau Anda pasang keju dan daging sekalipun.
Yang terakhir, para tikus itu pun sangat pandai dalam berkamuflase serta bersembunyi ketika bahaya mengancamnya. Hanya saja, ada satu kebodohan tikus yang bisa berakibat fatal baginya, yaitu mereka selalu keluar dan masuk dari lubang yang sama. (den)
Oleh: Teguh Prihadi, Pengamat Politik Komunitas Ronggo-Winter
Sumber: Harian Joglosemar Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar