PK-Sejahtera Online. Jakarta (02/02). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) mendesak pemerintah agar segera melakukan penguatan kelembagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB) dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia.
Masih kurangnya fungsi koordinasi lintas sektor atau departemen yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana menjadikan penanganan pemerintah terhadap korban bencana di Indonesia terkesan lambat dan kurang terkoordinir. Hal ini menggambarkan tanggung jawab pemerintah sesuai dengan amanat UU No. 24 Tahun 2007 pasal 5 dan 6 tentang Penanggulangan Bencana belum dijalankan dengan seharusnya.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Hj Yoyoh Yusroh menyampaikan hal tersebut disela-sela Rapat Paripurna di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Selasa (2/2).
“BNPB sebagai koordinator seharusnya mampu melakukan koordinasi yang baik dengan lembaga lain seperti Departemen Sosial, Departemen Pekerjaan Umum, Kementerian Negara Perumahan Rakyat, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan lain-lain berdasarkan data yang akurat terkait bencana yang terjadi di Indonesia. Jika data yang digunakan akurat dan mampu dikoordinasi dengan baik, maka tidak akan ada tumpang tindih bantuan. Untuk itu perlu dilakukan pendataan yang baik dan akurat mengenai upaya penanganan bencana, termasuk bantuan internasional,” jelas Yoyoh Yusroh.
Berdasarkan data 2009, kutip Yoyoh, telah terjadi 509 kali kejadian bencana, seperti banjir 221 kali, angin topan 96 kali, tanah longsor 76 kali, kebakaran 45 kali, kecelakaan transportasi 19 kali, dan lain-lain. Sementara itu di tahun 2010 telah terjadi bencana angin topan 21 kali, banjir 16 kali, tanah longsor 11 kali, serta gempa bumi satu kali.
“Ini menunjukkan bahwa Indonesia masih rawan bencana. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah dalam upaya penanganan bencana, diantaranya penguatan kelembagaan BNPB dan BPDB, kemudian melakukan pelatihan atau kesiapsiagaan dan pendidikan kebencanaan di sekolah di daerah rawan bencana, melakukan sosialisasi peta daerah rawan bencana, serta analisis risiko pembangunan yang beresiko tinggi sesuai dengan amanat dalam UU No. 24 Tahun 2007. Juga terkait dengan peningkatan kinerja BNPB, ketersediaan Sumber Daya Manusia/Aparatur, dan integrasi perencanaan penyelenggaraan penanggulangan bencana lintas sektor atau institusi,” papar Yoyoh Yusroh.
Anggota FPKS ini melanjutkan, seharusnya BNPB memiliki power dalam melakukan koordinasi tersebut karena hal ini sudah dijamin dalam UU terutama untuk kedaruratan. Selain itu, dalam memberikan bantuan bencana BNPB seharusnya tidak menunggu turunnya dana dari pemerintah terlebih dahulu, namun mampu mencari dana di lingkungan sekitar.
Sumber: PK-Sejahtera Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar