Jakarta. Meski menuai penolakan, Mennkominfo Tifatul Sembiring bersikeras Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) penyadapan harus dibuat. RPP dibuat agar instansi yang berwenang tidak saling sadap."Karena sebelumnya patut dapat diduga sudah terjadi antar instansi saling sadap menyadap. Ini yang tidak kita inginkan. Peraturan ini harus dibuat, diatur supaya rapi," kata Tifatul dalam seminar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Balai Kartini, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (3/12/2009).
Tifatul mengatakan, kini bola RPP penyadapan ada di Departemen Hukum dan HAM. Sudah diinisiasi sejak Desember 2008 perlu adanya RPP.
"Bukan saya yang merancang ini. Lawful interception. Hingga saat ini belum ada uji publik," imbuhnya.
Tifatul menjelaskan di Indonesia ada 4 lembaga yang punya kewenangan penyadapan. KPK dan Polri punya alat sadap dan punya kewenangan menyadap.
Kejaksaan Agung tidak punya alat sadap tapi punya hak menyadap. Sedangkan BIN punya alat sadap tapi tidak punya hak untuk menyadap.
RPP juga mengatur penyadapan yang dilakukan oleh orang yang tidak punya kewenangan.
"Karena UU No 39 tahun 1999 bila ada orang yang bicara bebas sebebas-bebasnya kalau ada yang melakukan penyadapan itu melanggar HAM," ungkapnya.
Menurut Tifatul, otomatis ada kerahasiaan di dalamnya. Informasi tentang penyidikan kalau dibuka di publik tidak benar.
"Itu rahasia penyidik. Belum tentu orang bersalah. Kalau dalam tahap penyidikan kan belum tentu salah. Tidak boleh disebarkan ke publik," tuturnya.
Tifatul menambahkan kalau penyadapan memang harus izin pengadilan. Kalau KPK izin Pengadilan Tipikor. Polri dan Kejaksaan izin Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi.
"Yang terjadi selama ini bahwa seluruh aparat penegak hukum merasa punya kewenangan. Mereka punya penyadapan langsung dengan operator komunikasi," tandasnya. (gus/iy)
Sumber: www.detiknews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar