jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Senin, 28 September 2009

Hidayat: Pimpinan MPR cukup 3 orang


Jakarta. Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid menyatakan bahwa sebenarnya jumlah pimpinan MPR cukup tiga orang saja.

Ditemui dalam acara halalbihalal di Gedung DPR-MPR di Jakarta, Senin (28/9), Hidayat mengungkapkan bahwa dirinya bersama anggota MPR yang lain pernah mengusulkan kepada DPR mengenai perampingan jumlah pimpinan MPR.

“Namun, entah mengapa, jumlah pimpinan MPR malah menjadi lima orang, sementara tugas tidak ditambah melainkan tetap,” kata Hidayat.

Padahal, menurut dia, berdasarkan pengalaman dan hasil observasi, jumlah pimpinan yang diperlukan oleh MPR hanyalah tiga orang.

“Tentu saja disertai penambahan tugas bagi masing-masing pimpinan MPR tersebut”, ujarnya.

Dalam acara yang dihadiri oleh sejumlah pekerja media tersebut, Hidayat juga menyampaikan bahwa MPR pernah mengajukan usulan kepada DPR mengenai upaya evaluasi terhadap efektivitas undang-undang yang telah diamandemen.

“Tapi sayangnya usul itu ditolak oleh panitia khusus (Pansus) DPR sehingga MPR tidak memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi UU yang telah diamandemen tersebut”, kata Hidayat dengan nada sesal.

Menanggapi wacana yang beredar di masyarakat supaya kembali kepada Undang-undang Dasar (UUD) ‘45 yang asli, Hidayat hanya mengatakan bahwa dia akan melakukan hal-hal yang diperlukan sesuai ketentuan UU yang berlaku.

“MPR adalah lembaga yang bertugas membuat UU, sehingga harus mematuhi UU itu sendiri,” jelasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua MPR A.M. Fatwa menilai bahwa amandemen UU merupakan sesuatu yang berkelanjutan dan memerlukan momentum politik untuk dilakukan.

“Perlu kondisi politik yang obyektif dalam masyarakat untuk mendorong dilakukannya amandemen terhadap sebuah UU”, kata Fatwa.

Fatwa juga menyatakan bahwa kembali kepada UUD ‘45 yang asli juga tidak mungkin.

“Kembali pada UUD ‘45 yang asli merupakan langkah mundur yang tidak rasional, karena amandemen terhadap UUD adalah wujud dari dinamika politik masyarakat Indonesia”, tutup Fatwa.


Sumber: http://www.solopos.com/2009/channel/nasional/hidayat-pimpinan-mpr-cukup-3-orang-5396

Tidak ada komentar:

Posting Komentar