jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu
Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..
Rabu, 17 Desember 2008
PKS dan PKB Halau Virus Golput
INILAH.COM, Jakarta. Angka golput yang terus meningkat kian mengusik ketenangan sejumlah parpol peserta Pemilu 2009. Berbagai upaya menghalau virus golput pun segera diintensifkan, termasuk dengan mengharamkan aksi golput. PKS dan PKB bahkan makin getol menggagas fatwa ini.
Kecenderungan aksi golput semakin menguat ketika Ketua Dewan Syura DPP PKB KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menyerukan pendukungnya untuk tidak melakukan pencoblosan dalam pada Pemilu 2009. Padahal, tanpa seruan Gus Dur pun, angka golput relatif tinggi pun sebagaimana tercermin di sejumlah pilkada.
Pilkada Jawa Tengah dan Jawa Barat menjadi catatan paling aktual, kemenangan pilkada diraih oleh ‘gubernur golput’. Pilkada Jawa Barat yang dimenangkan pasangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf dengan perolehan suara 7,28 juta misalnya, belum mampu mengimbangi angka golput yang mencapai 9,13 juta.
Begitu juga Pilkada Jawa Tengah yang memenangkan pasangan Bibit Waluyo-Rustriningsih. Dari total pemilih sebanyak 25,8 juta, 45% di antaranya menyatakan golput. Sementara pasangan yang diusung PDI Perjuangan tersebut mengantongi 44,45% suara. Selain dua pilkada tersebut, di sejumlah daerah, jumlah golput juga cukup serius untuk dicermati.
Potret buram pilkada tampaknya menjadi catatan penting bagi politisi maupun partai politik untuk antisipasi angka golput dalam Pemilu 2009. Dalam catatan Jaringan Pendidikan untuk Pemilih Rakyat (JPPR) pelaksanaan Pilkada sejak 2005 hingga 2008 ini rata-rata golput di daerah mencapai 30-40%.
“Faktornya dari teknis hingga ideologis,” kata Koordinator Nasional JPPR Jeirry Sumampuow kepada INILAH.COM, Senin (1/12) di Jakarta.
Persoalan data pemilih, kejenuhan masyarakat atas proses politik yang memiliki intensitas tinggi, serta tidak adanya kandidat yang layak dipilih menjadi alasan pemilih untuk tak menggunakan haknya. “Ada juga masyarakat yang lebih mementingkan kerja daripada melakukan coblosan dalam pilkada,” paparnya.
Jeirry tidak menampik anggapan bahwa kondisi serupa berpotensi terjadi dalam Pemilu 2009 mendatang. Jika merujuk pada Pemilu 2004, partisipasi publik masih dalam pemilu legislatif memang tinggi, takni sebanyak 80%. Namun dalam Pilpres putaran II, partisipasi mereka turun menjadi 72-73%.
“Saya memperkirakan, dalam Pemilu 2009 mendatang angka golput mencapai 40%,” tegasnya.
Keyakinan Jeirry cukup berlasan. Selain alasan teknis penyelenggaraan pemilu, persolan politik di internal partai politik semakin melengkapi potensi jumlah golput.
Aksi Gus Dur dengan menyerukan golput terhadap para pendukunmgnya, khususnya di Jawa Timur, misalnya menjadi ancaman serius dalam proses politik lima tahunan tersebut. Selain itu, fatwa haram pilih PKB yang diserukan oleh KH Fuad Amin dari Bangkalan Madura, juga menambah peliknya ancaman golput.
Tidak hanya itu, pergerakan mesin politik dengan pola nomor urut juga diyakini hanya akan menggerakkan caleg nomor urut awal. Sedangkan caleg yang menempati nomor urut sepatu, tak bakal turut menggerakkan mesin politik.
Upaya PKB, PKS, maupun Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengharamkan golput menjadi langkah antitesa yang diyakini bakal sia-sia belaka. Aksi ancaman golput harusnya tidak dibalas dengan ‘ancaman’ fatwa haram atas golput.
Namun sebaliknya, penguatan peran penyelenggara pemilu dan peserta pemilu jauh lebih efektif dan elegan. Peningkatan kinerja KPU jelas akan mempengaruhi sukses tidaknya mengurangi angka golput.
Namun sayang, hingga empat bulan menjelang pemilu, kinerja KPU masih jauh api dari panggang. Pelansiran Daftar Pemilih Tetap (DPT) versi terbaru jelas menimbulkan potensi gugatan di kemudian hari.
Sedangkan bagi peserta pemilu, penyuguhan program kerja dan paltform yang luar biasa juga diyakini bakal memancing animo pemilih untuk menggunakan hak pilihnya. Namun sayang, dari 38 peserta pemilu 2009 belum ada suguhan program kerja yang konkret. Bila pun ada, semuanya hampir sama satu sama lain. Lalu, siapa yang salah jika angka golput meningkat? [P1]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar