Mohon maaf tanpa sedikitpun mengurangi rasa cinta dan ta'dzim, saya
ingin sedikit menyampaikan apa yang saya rasakan tentang apa yang
menimpa Bang FH.
Pertama tentu saya sedih dan berempati atas berita pemecatan Bang FH,
saya tak menyangka akan sejauh ini. Koq ya akhirnya "kriwikan dadi
grojogan".
Peristiwa ini membuka memori lama saya pada skala yang mungkin jauh
lebih kecil yaitu insiden pelengseran kami dulu dari PP KAMMI. Kala itu
juga lumayan gempar meskipun tak seheboh sekarang. Dan sedikit yang saya
ingat pasca itu Bang FH, beberapa senior dan para guru menyarankan kami
untuk lebih baik diam dan tak melawan. Sangat berat untuk mengendalikan
diri dan mengikuti saran itu karena kami merasa tidak bersalah.
Berkecamuk membara keinginan dalam dada untuk memberontak dan melawan.
Tapi ternyata perlahan kami akhirnya bisa mengikuti saran itu dan
memilih untuk diam, meskipun butuh waktu. Selama kurang lebih empat
tahun kami diam dan akhirnya waktu jualah yang menjawab dan membela
kebenaran yang dulu pernah kami yakini, setidaknya nama baik kami
di-recovery.
Setelah peristiwa itu bang, saya secara pribadi mendapatkan pelajaran
berharga bahwa ternyata untuk membuktikan sebuah kebenaran tak selalu
harus dengan menunjukkan siapa, apa dan dimana letak kesalahan. Bahwa
untuk menyampaikan yang ma'ruf tak selalu harus dengan menunjukkan yang
munkar.
Salah dan benar dalam perdebatan baru tercapai bila sudah ada yang kalah
dan menang. Padahal kebenaran sejati itu tak butuh pengakuan apapun,
apalagi sekedar menang-kalah. Kata orang bijak, urutan derajat kebenaran
adalah : benar - baik - indah dan cinta.
Lihatlah, banyak sekali junior, netizen yang mendukung Bang FH sekarang.
Belum lagi mereka yang secara diam-diam mendukung tapi tak berani. Dan
pasti juga jauh lebih banyak lagi yang dalam sunyi mendoakan yang
terbaik untuk Bang Fahri. Itu menjadi bukti bahwa Bang FH telah
dicintai. Saya meyakini sangat banyak diantara mereka yang memendam
rasa, menyayangkan kejadian ini dan bahkan mendukung Bang FH dalam hati.
Sayang sekali Bang, rasanya bila masalah ini hanya berkembanh untuk
membuktikan kebenaran yuridis-formal dan normatif yang puncaknya itu
hanya memenangkan nalar dan akal sehat kita. Kalaupun itu diyakini
memperjuangkan kebaikan, maka tetap saja akan ada korban dan tidak kecil
dampak keburukan karena ketokohan Bang FH.
Kata guru saya, kebenaran yang indah itu tidak hanya berhenti di nalar
dan akal sehat kita. Tapi jauh lebih dari itu kebenaran bisa dirasakan.
Karena itulah kita disuruh bertanya kepada hati nurani disaat ragu
dengan kebenaran. Bukankah rasa itu selalu lebih jujur dan abadi.
Lancang jika saya menuduh Bang FH hanya memperturutkan hawa nafsu untuk
terus melawan. Barangkali sudah bulat seribu persen untuk tak akan surut
memperjuangkan keyakinan ini. Tapi satu hal kecil saja yang saya harap
Bang FH pertimbangkan adalah bagaimanapun juga ada dari salah satu
diantara beliau-beliau yang berseberangan dengan Bang FH adalah para
guru yang telah memberi banyak ilmu, pelajaran dan kesempatan pada Bang
FH. Menghormati guru adalah adab tertinggi setelah kepada Allah dan
orangtua. Bahkan hampir semua buku hikmah mendudukkan adab lebih tinggi
dari ilmu. Padahal ilmu lah yang menunjukkan kepada kita tentang benar
dan salah.
Terakhir, kata Nabi kemenangan terbesar adalah mengalahkan "kedirian"
kita. Bila kedirian itu melawan hal yang kita yakini salah tentu itu
biasa saja. Tapi mengalahkan kedirian disaat kita yakin benar, demi
kebaikan, keindahan, dan cinta tentu itu luar biasa. Bahkan konon ada
sebagian kekasih yang dicintaiNya, mereka lebih memilih dihinakan
daripada dimuliakan di dunia. Karena kehinaan sekarang adalah kemuliaan
di akhir kelak.
Akhir kata, apapun yang Bang FH pilih, saya tetap hormat pada
panjenengan. Dan karena saya bukanlah siapa-siapa saya hanya bisa
membuktikan cinta dengan doa semoga Bang FH selalu mendapatkan
perlindungan dan ridhoNya. Amiin
salam hormat
-Widya Supeno Jogja-
Sumber: PKS Abadi Jaya Online
jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu
Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar