jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Kamis, 26 Mei 2011

Serial (4): "Durar As-Suluk fi Siyasat Al-Mulk"

KAJIAN KITAB DURAR AL-SULUK FI SIYASAT AL-MULUK
(Petuah-petuah Taujih Siyasi Untuk Para Raja dan Pemimpin)

Karya: Imam Abu al-Hasan ‘Ali bin Habib al-Mawardi

Oleh: Ustadz Musyaffa Ahmad Rahim, M.A.
Ketua Bidang Pembinaan Kader DPP-PKS

Petuah_06

وَلِحُسْنِ الظَّنِّ بِهَا أَسْبَابٌ؛ فَمِنْ أَقْوَى أَسْبَابِهِ اَلْكِبْرُ وَاْلإِعْجَابُ، وَهُوَ بِكُلِّ أَحَدٍ قَبِيْحٌ، وَبِالْمُلُوْكِ أَقْبَحُ، لِأَنَّهُ دَالٌّ عَلَى صِغَرِ الْهِمَّةِ، مُخْبِرٌ بِعُلُوِّ الْمَنْزِلَةِ، وَكَفَى بِالْمَرْءِ ذَمًّا أََنْ تَكُوْنَ هِمَّتُهُ دُوْنَ مَنْزِلَتِهِ.

وَقَدْ قَالَ بَعْضُ أَشْرَافِ السَّلَفِ: لَا يَنْبَغِيْ أَنْ يَرَى شَيْئًا مِنَ الدُّنْيَا لِنَفْسِهِ خَطَرًا فَيَكُوْنُ بِهِ تَائِهًا

وَالْمُلُوْكُ أَعْلَى النَّاسِ هِمَمًا وَأَبْسَطُهُمْ أَمَلاً، فَلِذَلِكَ كَانَ الْكِبْرُ وَاْلإِعْجَابُ بِهِمْ أَقْبَحُ

وَكَانَ عَبْدُ اللهِ بْنُ الْعَبَّاسِ رِضْوَانُ اللهِ عَلَيْهِ يَقُوْلُ: سَمِعْتُ أَبَا بَكْرٍ اَلصِّدِّيْقَ رِضْوَانُ اللهِ عَلَيْهِ يَقُوْلُ:

(إِِذَا أَرَدْتَ شَرِِيْفَ النَّاسِ كُلِّهِم ... فَانْظُرْ إِلَى مَلِكٍ فِي زِِيِّ مِسْكِيْنٍ)

(ذَاكَ الَّذِيْ حَسُنَتْ فِي النَّاسِ رَأْفَتُهُ ... وَذَاكَ يَصْلُحُ لِلدُّنْيَا وَالدِّيْنِ)

Husnuzh-zhan terhadap nafsu mempunyai beberapa sebab, diantaranya yang paling kuat adalah al-kibr dan ‘ujub.

Dua akhlaq ini, bagi semua semua orang adalah akhlaq buruk. Terlebih buruk lagi kalau ada pada para raja (pemimpin).

Sebab, hal ini menunjukkan kecilnya cita-cita dan tingginya kedudukan dan cukuplah celaan bagi seseorang yang cita-citanya lebih rendah daripada kedudukannya.

Sebagian dari salaf yang mulia berkata: “Tidak sepatutnya bagi seseorang yang berakal untuk melihat sesuatu dari dunia sebagai sesuatu yang penting, jika demikian, maka ia akan menjadi kebingungan dan salah jalan".

Dan raja adalah manusia yang paling tinggi cita-citanya dan paling luas angan-angannya, karena itu sifat al-kibr dan ‘ujub menjadi lebih buruk baginya

Abdullah bin Abbas –radhiyallahu ‘anhum- berkata: saya mendengar Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu- berkata:

Jika engkau ingin melihat manusia yang mulia, maka lihatlah kepada seorang raja yang berpenampilan seorang miskin.

Itulah orang yang kasih sayangnya dipandang baik oleh manusia, dan
Itulah orang yang memperbaiki dunia dan agama.

Ulasan:

Ada beberapa hal yang dapat digaris bawahi dari PETUAH ini, diantaranya:

1. Husnuzh-zhan terhadap nafsu, yang pada petuah yang lalu telah dijelaskan akibat-akibat buruknya, mempunyai banyak sebab, utamanya adalah al-kibr dan ‘ujub.

2. Al-kibr sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah SAW adalah: “menolak kebenaran dan merendahkan orang lain” (hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim, no. 147).

3. ‘Ujub adalah Rasa senang atau gembira atau bangga dengan diri sendiri dan dengan segala hal yang keluar dari dirinya, baik berupa ucapan atau perbuatan.

4. Dua akhlaq atau sifat ini, adalah sifat dan akhlaq buruk, bagi siapa saja. Dan jika dua akhlaq atau sifat ini ada pada seorang raja, atau pemimpin, atau pejabat, atau politisi, maka bobot keburukannya semakin berat dan tinggi.

5. Dalam kacamata siyasi dua sifat dan akhlaq ini mempunyai dampak yang sangat tidak baik, yang diungkapkan oleh Imam Mawardi dengan pernyataan: “Sebab, hal ini menunjukkan kecilnya cita-cita dan tingginya kedudukan dan cukuplah celaan bagi seseorang yang cita-citanya lebih rendah daripada kedudukannya”. Yang secara singkat maksudnya adalah bahwa seorang raja, atau pemimpin, atau pejabat atau politisi, jika terkena dua penyakit ini, maka himmah (semangat dan cita-citanya) menjadi sangat rendah, tidak sepadan dengan kedudukannya.

6. Dampak lainnya adalah seorang pemimpin itu akan menjadi kehilangan arah yang jelas dan bahkan tersesat jalan.

7. Dampak buruk lainnya adalah cita-citanya menjadi rendah dan pandangannya menjadi sempit.

8. Akibat lebih buruk lagi adalah, seorang raja, atau pemimpin, atau pejabat atau politisi, tidak lagi membawa kemaslahatan dunia dan agama.

9. Padahal, semestinya, seorang raja, atau pemimpin, atau pejabat atau politisi adalah seorang manusia yang paling tinggi cita-citanya dan paling luas pandangannya.

10. Dan semestinya pula, dengan cita-cita tinggi dan pandangan luas tersebut, seorang raja, atau pemimpin, atau pejabat atau politisi, membawa kemaslahatan untuk urusan dunia dan urusan agama.


Petuah_07

لَكِنَّ السَّكِيْنَةَ وَالْوَقَارَ أَحْمَدُ وَأَوْلَى بِهِ مِنَ الْكِبْرِ وَاْلإعْجَابِ.

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ لَا يُفَرِّقُ بَيْنَ الْكِبْرِ وَالْوَقَارِ وَهَذَا جَهْلٌ بِمَعْنَاهُمَا

فَأَمَّا الْكِبْرُ وَاْلإِعْجَابُ فَقَدْ يَجْتَمِعَانِ فِي الذَّمِّ وَيَفْتَرِقَانِ فِي الْمَعْنَى، فَاْلإِعْجَابُ يَكُوْنُ فِي النَّفْسِ وَمَا تَظُنُّهُ مِنْ فَضَائِلِهَا، وَالْكِبْرُ يَكُوْنُ بِالْمَنْزِلَةِ وَمَا تَظُنُّهُ مِنْ عُلُوِّهَا

Akan tetapi ketenangan dan kewibawaan lebih terpuji dan lebih utama bagi seorang raja dari pada al-kibr dan ‘ujub.

Sebagian orang ada yang tidak dapat membedakan antara al-kibr dan al-waqar (tenang penuh wibawa), dan hal ini adalah ketidaktahuan tentang makna keduanya.

Al-kibr dan ‘ujub sama dalam hal dicela, namun keduanya berbeda makna;

• ‘Ujub terkait dengan diri (kepribadian) dan hal-hal yang dipersangkakan olehnya sebagai keutamaan kepribadian itu, sedangkan

• Al-kibr terkait dengan kedudukan dan hal-hal yang dipersangkakan olehnya sebagai ketinggian kedudukan itu

Ulasan:

Ada beberapa hal yang dapat saya garis bawahi dari petuah Imam Mawardi ini, diantaranya adalah

1. Sifat al-kibr dan ‘ujub adalah sifat yang tercela, khususnya jika dua sifat ini ada pada seorang raja, atau pemimpin atau pejabat atau politisi. Sebagaimana telah dijelaskan pada PETUAH_6.

2. Yang harus dimiliki oleh seorang raja, atau pemimpin, atau pejabat, atau politisi adalah sifat dan sikap as-sakinah (tenang) dan al-waqar (tenang penuh Wibawa).

3. Namun, banyak orang tidak dapat membedakan antara as-sakinah dan al-waqar di satu sisi dengan al-kibr dan ‘ujub di sisi yang lain. Hal ini dikarenakan, hamper tidak ada perbedaan diantara dua kutub ini. Istilahnya beti (beda tipis) dalam hal penampilan, namun, sebenarnya kedua kutub ini perbedaannya sangatlah substansial. Menurut Imam Mawardi, ketidak mampuan manusia dalam membedakan diantara keduanya, dikarenakan mereka tidak mengatahui makna (substansi) keduanya.

4. Untuk menjelaskan perbedaan diantara dua kutub tadi (as-sakinah dan al-waqar di satu sisi, dan al-kibr dan ‘ujub di sisi yang lain), Imam Mawardi terlebih dahulu menjelaskan perbedaan antara al-kibr dan ‘ujub, yang menurut beliau,

5. ‘Ujub itu terkait dengan jiwa dan kepribadian dan segala sesuatu yang dipandang sebagai nilai lebih yang ada pada jiwa dan kepribadian itu, semisal, wajah yang ganteng, tubuh tegap dan tegar dan semacamnya. Sementara..

6. Al-kibr adalah segala sesuatu yang terkait dengan kedudukan dan yang terkait dengan ketinggian kedudukan tersebut, semisal, status sebagai aktifis, politisi, pejabat, pemimpin atau raja.

7. Sekali lagi, karena al-kibr dan ‘ujub merupakan sifat yang buruk, dan akibatnya, termasuk akibat siyasinya, sangat tidak baik, hendaklah seorang raja, atau pemimpin, atau pejabat atau politisi, membersihkan dirinya dari dua sifat ini.

8. Dan pada petuah-petuah mendatang, insyaAllah, Imam Mawardi akan menjelaskan hal-hal yang terkait dengan al-waqar dan as-sakinah.

(bersambung)
----

Sumber: PKS Piyungan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar