jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Kamis, 24 Februari 2011

Ya, Saya ‘Orang PKS’, So What? (catatan Partisipasi Mukernas PKS JOGJA 2011)

Oleh : Vida Robi'ah Al-Adawiyah

Orang 1 : “Oooo ternyata kamu anak PK tho, Vid? Penampilanmu beda ya! Keseret juga ya ke partai” sindir teman saya itu, saat itu masih kuliah dan saya ‘masih hijau’ dalam barisan ini. lalu diapun tak lagi ‘hangat’ pada saya. Dahulu, masih PK.Ucapannya selalu sinis. Lha saya? biasa aja toh orang-orang yang ‘menyeret’ saya juga dikenal orang-orang yan baik dan santun?! hehe

Orang 2 : “Mbak Vida aktivis PKS juga tho ternyata? Saudara saya juga lho mbak, trus pas saya pindah ke Medan, ternyata guru ngaji saya juga PKS...” dia –juga teman saya- meskipun usianya lebih muda. Gadis muda itu,meskipun menurutnya pemahaman Islmanya ‘biasa’ aja, tapi dia juga oke-oke saja saat tau saya –critanya- kader PKS

Orang 3 : “Subhanallah Vida, kowe tuh caleg PKS juga tho kemaren. Sayang ya Vid, aku di Jakarta. Waduh bapakku sih karena walikota dia milih Jokowi, nyontrengnya ya partainya Jokowi Vid, gak ngerti sih kalo pemilihannya beda. tapi seneng lho Vid sama anak2 PKS dari di kampus emang kliatan ya?” Dan sahabat saya yang selalu mengucap ‘subhanallah’ itupun selalu bersemangat setiap kali saya direct selling saat pemilu. Dan hingga kini,persahabatan kami sehangat mentari haha.

Orang 4 : “Saya ini orang bodho, bu Vida. Sejak dahulu saya cuma tergerak kalau ada yang ngajak berbuat untuk masyarakat. Suami saya keluar dari satgas P***, lha sudah ndak gathuk (tidak matching) sama nuraninya. Sekarang, saya mungkin cuma punya semangat, PKS menyambut baik dan menghargai potensi saya. Monggo mbak, yang penting kita berbuat untuk masyarakat.” Dia perempuan lulusan SMP, itu ucapannya saat pertama kali saya ngontrak di kawasan Sangkrah, dan dengan percaya diri dia ‘babat alas’, keluar dari kebiasaan kampungnya yang ‘merah’, membantu kerja-kerja kami melalui PWK,hingga kini. Kini dia dan suaminya menjadi Pak dan Bu RW dan tidak ada jawaban selain kata : ya , bu! setiap kali saya ajak ‘bergerak’ hehe

Orang 5 : “Kamu jangan sampai nyebut atau ketauan kalo kader PKS lho, nanti pada ndak mau ikut pengajian, takut dijak milih PKS. “ hehehe.ini yang agak lucu menurut saya. Lha wong partai yang tidak ada bau-bau Islamnya aja bikin pengajian ndak pada ribut, kok PKS yang emang kerjaannya bikin pengajian dibikin ribut.Aneh juga.

Orang ke-6 : ”Ustadzah –hayah selalu merasa gak enak juga sebenarnya dipanggil ustadzah, yaaah mungkin karena saya dianggap istri ‘Ustadz’. Begini ust, gimana tentang tawaran kami untuk ikut Lokakarya Mubalighah se-Jawatengah? Tapi syaratnya memang harus setuju dengan khilafah syar’iyah ustadzah” hehee saya tersenyum.


“Siapa yang ndak mendukung khilafah syar’iyah Bu? jawab saya guyon, Tapi kami hanya memilih lewat jalur partai. Lha terserah panjenengan dan teman-teman, saya kan cuma diundang.Cuma mungkin kendala saya diwaktu Bu, apalagi kalo harus di luar kota, saya ndak bisa ninggal tiga anak” dan ibu muda yang pernah bertetangga dengan sayapun sampai hari ini tetap ‘istiqomah’ dan pantang menyerah memberi saya undangan-undangan acara harakahnya, atau mengisi pelatihan menulis untuk akhwat harakahnya. Sayapun menghadirinya jika tidak bebarengan dengan acara saya.


Begitulah. Pilihan berada dalam jalur dakwah siyasi bukan sebuah kebetulan. Komentar dan tanggapan orang terhadap Partai Dakwah ini beserta kader dan simpatisanya pun beragam. Tulisan ini sungguh bukan sebuah upaya menyombongkan diri. Apalah kita ini. Tulisan ini hanya sebagai bentuk partisipasi saya dalam rangka Mukernas PKS di Joga. Spirit ”Bekerja untuk Indonesia” sejak Munas yang lalu menginspirasi saya. Pun begitu, justru melalui tulisan ini, saya ingin mengajak kita semua yang ’terlanjur’, ’sengaja’, atau ’tidak sengaja’ dianggap sebagai ’orang PKS’ untuk memuhasabahi diri. Mengapa? Sebelum kita terlalu overestimate menganggap diri kita seorang ’kader’. Dan Sebelum orang lain overestimate pula terhadap kita, mungkin beberapa hal dibawah ini bisa menjadi bahan menakar kepantasan kita sebagai kader, pegiat partai dakwah ini


1. Memahami: Jalan Panjang Menguatkan Komitmen

Tarbiyah mengajarkan kita memaknai setiap proses perubahan dalam diri kita. Kita mungkin sama ingat bagaimana para murabbiyah, ustadz-ustadzah kita, orang-orang awal dalam dakwah ini meretas dakwah dalam setiap masa. Apa yang menjadikan mereka taft dalam dakwah ini dan tetap ada disini? Ya, PEMAHAMAN yang utuh terhadap manhaj dakwah Rasulullah dan jama’ah ini. Pemahaman itu yang menghindarkan kita dari jebakan-jebakan apatis dan sinisme tanpa ujung pangkal.

Pemahaman itu yang menjadikan kita bertumbuh dalam nuansa kritik membangun yang hangat , mencerdaskan, tegas dan sekaligus mesra dalam persaudaraan. Pemahaman yang akan membuat kita tegar menghadapi orang-orang tipikal pertama diatas. Saya juga masih belajar. Untuk tidak reaktif (apalagi dengan karakter saya yang meletup-letup hehe). Namun satu hal yang hingga kini saya syukuri, bahwa saya tidak ingin memberikan loyalitas saya tanpa pemahaman. Saya akan kejar pemahaman untuk hal-hal prinsip agar kita tidak menjadi barisan orang yang berkerumun, meskipun perjuangan dan gerakan perbaikan kadang tak menyisakan waktu bagi orang-orang yang hanya terus bertanya. Kita tidak boleh lagi menjawab ’tidak tahu’ pada orang-orang yang bertanya, sinis dan mendebat. Pemahaman menjadikan kita orang-orang yang siap menjadi humas untuk gerakan dakwah ini. Bagaimana?


2. Membuktikan Profesionalitas

Kita sama tau bahwa dakwah ini bergerak dinamis, menyentuh semua ranah profesi, kalangan dan semuanya. Pilihan politikpun sebenarnya tak lagi terlalu dikotomis. Kita yang mengaku atau diakui sebagai ’orang PKS’ ini harus mampu membuktikan bersikap profesional dibidangnya. Kita dapat mengerjakan secara sungguh-sungguh setiap amanah yang dibebankan dan melekat pada diri kita. Apapun peran kita. Bahkan saya yang iburumahtangga ini harus selalu profesional mengurus rumah, dakwah, bertetangga, dan semuanya.

Profesionalisme adalah kunci menghadapi orang-orang bertyipikal 2, 3 dan 4 diatas. Orang-orang yang melihat PKS sebagai kumpulan orang-orang yang memang ‘berkarakter’ pekerja dan pegiat kebaikan. Belajar , mengerti strategi, mantap dan merencanakan dan melakukan evaluasi adalah niscaya. Kita tidak boleh lagi terjebak pada ’kerja-kerja dadakan’, tanpa alur dan latah. Masih banyak maksud dari poin ini namun apatah saya?Mungkin Anda bisa sangat panjang menambahkan


3. Membuktikan Tetap Bersih

Ujian yang sering kita hadapi dalam iklim politik negri ini adalah cibiran tanpa ampun terhadap korupsi dan segala manifestasinya. sebagai partai dengan jargon bersih, peduli dan profesional, Kader-kader PKS dituntunt untuk selalu teliti dan tidak terlalu ’lugu’. Mungkin banyak orang pandai disekitar kita namun terlalu ’lugu’. Jebakan-jebakan yang merusak upaya untuk menjaga kebersihan dakwah dan pelakunya dalam bentuk materi, money politics dan segala bentuknya harus terus dikawal

Saudara-saudara kita yang sangat terpilih dan –saya percaya- mampu menjaga amanah yang dibebankan dipundak mereka di tempat-tempat ’basah’ dan licin harus selalu kita jaga agar tidak tergelincir.Termasuk, berhati-hati dalam pengajuan dan pencairan dana-dana, proposal dan tender-tender yang tidak jelas. Bukan kemresik kata orang Jawa (sok bersih).Tapi marilah kita yakini bahwa berhati-hati dalam hal materi itu menentramkan.Mari kita terus belajar dan mencari hujjah yang jelas dalam perkara ini. Bagaiamana syar’inya? Bagaimana mashlahatnya. Mungkin begitu kira-kira.


4. Membuktikan Tetap Peduli

Tarbiyah benar-benar merangsang kita untuk peka terhadap persoalan. Ini yang harus kita buktikan. Hari ini, dengan berbagai pesrsoalan yang ada, masyarakat kita tetap haus kepedulian. Tetap peduli dan membuktikannya tanpa pamrih tetap menjadi keniscayaan. Kepedulian kita yang menggerakkan orang-orang berpotensi baik dimasyarakat untuk tergerak dan mendukung kita

Seperti orang ke-6 yang saya tulis diatas.Namanya bu Sukini. Banyak orang-orang baik dan memiliki potensi kepedulian yang bisa kitafasilitasi. Soal kemenangan, suara dan segala hal politis menurut saya itu bonus dari Allah. Jika kemenangan hanya diukur dengan angka-angka, mungkin hari ini kita tak mungkin tetap ada. Kepedulian adalah etos kita untuk mengasuh oarang-orang yang telah mendukung, ingin mendukung atau yang kurang mendukung. Kepedulian menjadikan kita pantas mendapatkan kerinduan dari masyarakat. Termasuk kita merawat kantung-kantung pendukung dakwah yang telah kita bina. Entah apalagi, semoga temans semua bisa menambahkan :)


5. Membuktikan Kita Dapat Bersinergi dengan Luas, Luwes dan Diplomatis

Ini yang harus kita buktikan selanjutnya. Saya masih sangat ingat, saat pileg beberapa waktu yang lalu, PKS di daerah kontrakan saya tiba-tiba mendapat suara signifikan.Urutan ketiga setelah D******* dan P*** hawa ’panas’ sangat terasa. Spanduk Pos Wanita Keadilan ditembok rumah saya tiba-tiba tersobek dan raib, para ’pembesar’ partai lain di kampung yang kalah memberenguti saya dan kawan-kawan.Hehhe. Namun saat pemilihan walikota dan PKS berkoalisi dengan partainya Joko Widodo, walikota kami, hawa persahabatn itu menyeruak. Saya dan suami sampai dibuat salting karena mereka sangat hangat menyambut kader-kader PKS yang hendak memilih. Ya, ya, ya politik memang unpredictible.Tapi bukan itu yang saya maksud di poin ini.


Kita harus buktikan bahwa ’orang PKS’ mampu berpikir global dan bertindak local. Kita mampu menjalin sinergi kebaikan dengan siapapun, harakah manapun (tipikal orang ke-6 diatas), jama’ah manapun, partai manapun. Kita bisa dan mampu menjadi orang dengan pemahaman Islam dan budaya yang luas, memberi kemudahan, tidak kaku dan sempit.Kita mampu menembus batas-batas SARA dan budaya. Kita mampu, ya kita mampu bersikap luwes dalam berkomunikasi, simpati dalam sikap, luas dalam cakrawala wawasan.

Pun kita bisa juga berdiplomasi dalam menjawab kritikan, hujatan dan mampu cool and confident. Diplomasi dan kecerdasan bertindak dan berkomunikasi menjadikan kita mampu menjadi humas dakwah ini. Sinergi dengan banyak pihak dan banyak oarang akan melatih kita menjadi orang-orang yang opend mind, mau belajar dari oranglain, tidak gegabah, berpikir strategis, sabar, teguh dan ikhlas. Semoga.


6. Membuktikan Kita Selalu Optimis dan Kreatif

Saya sedang selalu belajar untuk optimis bersama dakwah ini. Belajar. Sebab semangat adalah sesuatu yang dapat turun naik, seperti juga iman. Pun dengan keegoisan saya yang mungkin masih menyeruak. Maafkan. Sebelum kita menyebarkan dakwah ini, bergiat dengan banyak rencana, mungkin kita harus mencitrakan diri kita-dan benar-benar membuktikannya- untuk menjadi barisan orang yang optimis terhadap dakwah siyasi ini. Optimis bahwa kita akan mampu membuktikan ketidakmungkinan. Optimis bahwa kita bisa membuka lahan-lahan dakwah baru, berkenalan dan menebar kebaikan pada orang-orang baru. Optimis bahwa kita dapat meng-up grade kemampuan maknawiyah dan fikriyah kita

Optimisme itu akan melahirkan hentakan-hentakan kreatifitas yang dahsyat. Optimisme akan melahirkan pikiran dan ide-ide ceremlang untuk terus membuat kreasi-kreasi dakwah yang manis dan mencerdaskan bahkan ide itu terus merunyak saat kita sudah akan beranjak tidur!

Saya sedang sangat suka dengan kalimat ”mewakafkan diri dan waktu untuk dakwah”. Entahlah, yang saya rasakan kalimat itu seolah membuat saya berhenti dari menasihani diri sendiri. Kalimat itu menjadikan saya istri yang siap melepas suaminya segera pergi untukkerja-kerja dakwah ini, siap menghandle anak-anak dan rumahtangganya. Inilah optimisme. Apa hubungannya? Optimisme kita dan kratifitas kita akan menjadikan kita mampu menjadi figur teladan untuk masyarakat kita. Kitapun akan malu bermalas-malasan karena kita harus membuktikan semangat itu terlebih dahulu.


7 . Membuktikan Bahwa Kapanpun Kita TETAP BEKERJA!

Seperti yang saya sebut diawal, saya suka dengan motto ”Bekerja untuk Indonesia” yang digulirkan PKS sejak munas. Kalimat afirmatif ini perlu. Kalimat yang mengisyaratkan bahwa kita tidak lagi bisa hanya meladeni omong kosong tentang cibiran dan sinisme serta apatisme yang sama sekali tidak produktif. Bekerja sepertihalnya Allah isyaratkan dalam ayat

"Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu." (9:105)

Amal menjadi penjawab paling mujarab. Mari bekerja. Dari manapun kita, mari bekerja untuk negri ini. Dimulai dengan kerja-kerja kecil yang riil. Maka, tak elok rasanya kita dianggap ’orang PKS’ sementara kita tak pernah menyapa tetangga, berkumpul dengan mereka. Tak elok sepertinya saat orang sudah antusias mengharap peran-peran keumatan dan kenegarawanan, kita masih sibuk meladeni kritikan, takut menampakkan identitas dan mengelak dari amanah-amanah dakwah ini. Jika begitu, ucapkan selamat tinggal kejayaan.Bukankah kita adalah partai kader yang tidak bekerja limatahunan?

Begitulah. tulisan saya selesaikan tepat setelah rangkaian pembukaan Mukernas PKS di Jogja usai malam ini (meskipun saya tidak sempat mengikutinya lewat televisi, maklum, nyambi menghantarkan tidur anak-anak, ed). Bukan bermaksud berlebihan. Tapi tulisan ini pengingat diri sendiri. Selain itu menulis adalah sebuah hentakan luarbiasa dan bentuk kepedulian saya terhadap segala peristiwa. Mungkin bberapa poin diatas dapat menjadikan kita lebih optimis dan pede mengatakan ”Ya, saya kader PKS, mari kita bekerja bersama untuk Indonesia!” Selamat Mengikuti Mukernas PKS di Jogjakarta. Darimanapun kita, mari bekerja untuk Indonesia! Salam inspiratif! Wallahu a’lam bishawwab.


Sumber: www.facebook.com/Vida Robi'ah Al-Adawiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar