Dakwatuna.Com. Belakangan ini ada satu pertanyaan yang selalu berputar di kepala saya. Mengapa Rasulullah tidak pernah menolak para pengemis?? Mengapa tidak boleh menghardik pengemis kalau kita tidak mau memberikan sedekah padanya?? Mengapa Fatimah, putri kesayangan Rasulullah, sampai rela memberikan tikar yang digunakan anaknya tidur pada pengemis ketika tidak ada lagi harta yang bisa disedekahkannya pada pengemis??
Jawaban paling sederhana yang bisa menjadi konklusi adalah bahwa agama yang sempurna ini mengajarkan kita untuk menyantuni fakir miskin dan menyayangi anak yatim. Belum lagi konsekuensi pahala berlimpah dan rezki yang bertambah yang Allah janjikan pada mereka yang suka bersedekah.
Kemudian saya mencoba membandingkan dengan realitas yang ada sekarang. Sebuah bangsa dengan kondisi masyarakat yang memprihatinkan. Gepeng alias gembel dan pengemis ada di mana-mana. Sampai-sampai pemerintah pun mengeluarkan Perda yang melarang memberikan uang pada mereka. Satpol PP pun dikerahkan untuk menertibkan mereka. Terutama bila Ramadhan datang.
Saya pun mencoba membuat analisa sederhana.
Seorang Ustadz pernah bercerita pada saya tentang salah seorang sahabat yang banyak sekali meriwayatkan hadits. Terbanyak setelah istri Rasul, Aisyah RA. Dia adalah Abdurrahman bin Sakhr Ad-Dausi atau yang lebih kita kenal sebagai Abu Hurairah RA.
Ustadz bercerita tentang bagaimana Abu Hurairah RA berguling-guling di dalam masjid sambil memegangi perutnya. Orang-orang menganggapnya gila. Tapi, beliau bukan gila. Beliau tengah kelaparan. Tapi, rasa laparnya tak membuat beliau jadi peminta-minta.
Saya jadi berspekulasi. Mungkin Rasulullah tak pernah menolak bersedekah pada pengemis karena memang pengemis pada waktu itu betul-betul dalam kondisi yang sangat menyedihkan. Dan mereka betul-betul terpaksa menjadi pengemis. Dan mereka harus melakoninya walau menanggung rasa malu yang sangat besar.
Harga diri manusia yang hidup pada masa itu begitu tinggi. Mereka tidak mau merendahkannya dengan menengadahkan tangan, meminta belas kasihan orang lain. Kalau masih mampu ditahan maka mereka akan menahannya.
Bedanya dengan yang hidup pada masa sekarang adalah, pengemis kini menjadi profesi baru di Indonesia. Silakan hitung jumlah pengemis dalam satu lingkup kecamatan saja. Kita akan menemukan jumlah yang sangat banyak. Beberapa dari mereka masih sangat muda dan sepertinya masih sanggup untuk bekerja bahkan kalaupun harus jadi kuli batu.
Lihatlah ketika ada pembagian zakat yang hanya 10 ribu rupiah, masyarakat antri berdesak-desakan sampai harus meregang nyawa. Mereka tidak malu menunjukkan kemiskinan mereka. Padahal kemiskinan itu dekat dengan kekafiran.
Masa’ sih potensi zakat masyarakat Indonesia yang mencapai 19 trilyun per tahunnya tidak bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin itu. Dikemanakan uangnya??
Belajarlah dari pemimpin-pemimpin terbaik yang pernah ada. Bagaimana mereka memakmurkan rakyat dan negerinya dengan zakat. Belajarlah dari para tokoh itu tentang bagaimana mengolah zakat dengan professional sehingga melahirkan kesejahteraan.
Bagi kita yang mampu, berzakatlah. Karena zakat adalah hak Allah. Zakat akan menambah rezki dan membuat harta kita berkah. Berdoalah semoga wajah bangsa ini tak selamanya menjadi bangsa peminta-minta.
Sumber: Dakwatuna
Tidak ada komentar:
Posting Komentar