jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Rabu, 01 September 2010

PKS Ingatkan SBY tentang Triggering Factor, Persaingan Elit dan Budaya Politik Feodal

RMOL. Ada tiga hal yang bila tidak diperhatikan Presiden SBY akan membawa Indonesia ke jurang kehancuran. Ketiga hal ini membutuhkan strong leadership, bukan pemerintahan yang lembek yang hanya peduli pada pencitraan.

Menurut anggota Majelis Pertimbangan Partai PKS, Soeripto, ketiga hal itu adalah faktor yang memicu kerusuhan sosial, persaingan di kalangan dan budaya politik feodal.

Soeripto mengutip pandangan teoretisi sosial Neil Smelser tentang collective behaviour, yang mengatakan bahwa masyarakat membutuhkan faktor pemicu bila keadaan sudah matang dan memungkinkan kerusuhan.

“Saat ini kita bisa melihat bahwa kekerasan di masyarkat sudah menemukan justifikasi. Ada structural strain atau ketidakadilan yang nyata. Masyarakat juga memiliki tentang persoalan-persoalan yang nyata itu. Ini artinya sarana untuk memobilisasi massa juga sudah tersedia. Belum lagi, pemerintah gagal mengontrol keadaan. Kerusuhan seakan dibiarkan. Yang dibutuhkan saat ini adalah hal terakhir, yaitu triggering factor,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka Online.


Siapa yang akan menarik picu?

Menurut Soeripto bisa saja yang memiliki kesiapan untuk mengendalikan keadaan selama dan pasca krisis.

Hal kedua yang diingatkan Soeripto adalah fenomena truf wars atau persaingan politik terbuka di kalangan elit dan institusi negara. Misalnya di antara penegak hukum, KPK, Polri dan Kejaksaan Agung. Juga antara sesama petinggi Polri, atau antara Polri dan TNI. Konflik juga terjadi pada dimensi pusat dan daerah. Pun antara legislatif dan eksekutif, seperti dalam kasus skandal Century.

Hal terakhir, berkaitan dengan budaya politik feodalistik yang masih mengemuka dan kental di pusat pemerintahan.

“Yang penting di kalangan elit saat ini adalah asal bapak senang,” demikian Soeripto.


Sumber: Rakyat Merdeka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar