jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Jumat, 30 Juli 2010

Pungutan Jariyah Siswa Diprotes

SUKOHARJO. Sejumlah orangtua siswa merasa keberatan dengan adanya sumbangan Jariyah sebesar Rp 500 per hari dan pungutan biaya ekstrakurikuler Rp 25.000 di SMPN 2 Weru karena dianggap membebani. Akibatnya mereka mengadukan hal itu ke Komisi IV DPRD Sukoharjo.
“Banyak keluhan yang masuk pada komisi terkait dengan penerapan sumbangan tersebut,” ujar anggota Komisi IV Suryanto, Kamis (29/7).

Pungutan tersebut, menurut Suryanto bertentangan dengan surat edaran (SE) Dinas Pendidikan (Disdik) yang telah didistribusikan ke sekolah-sekolah negeri. Intinya, seluruh sekolah negeri dilarang melakukan pungutan pada siswa. Namun nyatanya di SMPN 2 Weru, wali murid ditarik sumbangan dengan nama berbeda-beda.

“Apalagi SE tersebut juga ditembuskan pada anggota Dewan dan hasilnya tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan,”
ujarnya.

Pungutan tersebut, menurut Suryanto juga telah mencederai kebijakan pendidikan gratis yang menjadi andalan di Sukoharjo.

Sementara itu, Kepala SMPN 2 Weru Subandi memaparkan, adanya dua sumbangan yang diterapkan pada sekolah tersebut tidak lain untuk pengembangan diri pada siswa dan untuk pendidikan berkarakter. Seperti adanya pendidikan pengembangan diri pada siswa dapat dipresentasikan dengan bidang ilmu ekstrakurikuler.
Dalam pelaksanaan ekstrakurikuler tersebut kegiatannya macam-macam, tapi karena guru pendidikan dalam kegiatan tersebut tidak ada, sekolah mengambil dari guru luar sekolah dan dana Rp 25.000 tersebut digunakan untuk membiayai guru beserta peralatan yang dibutuhkan.

Sedangkan terkait dengan sumbangan jariyah, Subandi menjelaskan, program itu diprioritaskan untuk mendidik siswa dalam pendidikan berkarakter dengan cara melakukan sumbangan jariyah. “Tapi ini bukan kewajiban siswa. Namun dalam sumbangan tersebut tidak menjadi kewajiban bagi siswa dan itu juga dilakukan pada guru. “Dana jariyah yang terkumpul digunakan sekolah untuk melakukan pembangunan pada area lapangan sekolah,” jelasnya.

Menurut Subandi sebelum memutuskan sumbangan itu, pihak sekolah, komite dan walimurid sebelumnya sudah sepakat, karena memang sekolah kekurangan dana. “Hanya dengan cara seperti ini sebagai solusi jika orangtua menginginkan anaknya pintar,” tandasnya.

Anggota Komisi IV M Samrodin dan Sudarsono menilai, mestinya sumbangan jariyah ditujukan untuk membantu masyarakat miskin. Tapi nyatanya, sumbangan jariyah untuk merehab sekolah. “Sekolah harus mengkaji ulang akan program tersebut karena juga sangat bertentangan dengan agama,” kata Samrodin dalam inspeksi mendadak (Sidak).

Sudarsono memperingatkan Disdik untuk konsisten dalam membuat kebijakan karena masih banyak sekolah yang serba kekurangan dan selalu membebankan dana itu kepada siswa. “Kalau sekolah boleh mengadakan pungutan tarik surat edaran tersebut dan jika tidak silakan diperbaiki kebijakannya,” imbuhnya. (mal)


Sumber: Harian Joglosemar Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar