jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Minggu, 17 Juli 2011

Menunggu Tsunami PKS

Sungguh menarik membaca pendapat Gandung Ismanto di salah satu media lokal banten berbicara soal PKS. Beginilah kira-kira pendapatnya, “syahwat politik PKS masih tinggi, padahal peluang menangnya di PILGUB sangat kecil. Ijtihad politiknya hampir semuanya salah.” Asumsi yang unik ini disampaikan oleh seorang akademisi untirta yang sangat akrab dengan kita. Saya tidak tahu, pendapat ini dilatarbelakangi oleh apa, apakah karena dia seorang tim sukses salah satu bakal calon gubernur yang sengaja dijadikan blower untuk menghembuskan berbagai isu di media. Atau memang murni pendapat pribadinya berdasarkan analisis logis yang sistematis dan ilmiah.

Sayangnya pendapat Gandung ini tidak konsisten, penulis ingat betul ketika PKS kabupaten Pandeglang mengadakan seminar yang bertema “Banten Milik Siapa, Membaca Arah Politik PKS di Pilgub 2011”. Waktu itu, memang ulasan Gandung cukup menyihir peserta seminar yang kebanyakan kaum berpendidikan. Ia mengulas habis tentang pentingnya PKS mencalonkan diri menjadi gubernur. Agar menjadi kekuatan penyeimbang di Banten. Selain itu, kehadiran PKS di kancah pilgub menghindarkan PKS dari kesan pragmatisme yang sedang melilitnya. Hampir semua peserta seminar sepakat dengan penjelasan akademisi untirta ini.

Di acara seminar yang lain yang diadakan oleh DPW PKS Banten disalah satu rumah makan. Gandung pun sangat bersemangat memberikan saran agar PKS mencalonkan kadernya sebagai calon gubernur. Karena PKS lah yang menjadi ruh perubahan di Banten. Waktu itu, gandung masih belum yakin dengan pencalonan Jazuli Juwaini yang baru saju disosialisasikan oleh PKS sebagai bakal calon gubernur. Hal yang sama terjadi, hampir semua peserta seminar sepakat dengan apa yang diulas oleh gandung, bahwa PKS mesti maju mencalonkan gubernur dari kalangan internal. Bahkan pada waktu itu, beberapa petinggi PKS yang hadir ikut terpengaruh dengan pendapat Gandung.

Bukan bermaksud mengkerdilkan pengamat politik yang satu ini, tapi dikemudian hari pendapat beliau berubah sesuai dengan kemana arah angin bertiup. Sikap dan pendapat gandung berubah 180 derajat. Justru PKS dipintanya untuk realistis, paling pas jika PKS menjadi wakilnya saja. Sampai saat ini penulis bertanya-tanya apa pesan yang ingin disampaikan Gandung ke publik Banten. Apakah dia tidak malu dengan berbagai analisisnya yang terkesan plin-plan dan sepertinya dipesan. Nampaknya pertanyaan itu hanya Gandung dan Tuhan yang mampu menjawabnya.

PKS Dan Kerupuk

Menggunjingkan PKS di pilkada memang seperti makan kerupuk, renyah dan bersensasi. Dari tema yang menuduh sampai ada juga yang menghujat, seperti tak habis-habisnya dibahas media. Orang seringkali dibuat bingung, PKS sesungguhnya memiliki banyak faktor untuk menang di pilkada, tapi kenapa tak satupun kadernya jadi Bupati atau walikota. Banyak orang berasumsi, sebetulnya permasalahannya bukan di dana, tapi sesungguhnya adalah komitmen para petinggi partainya. Karena saya pikir jualan PKS yang berjargon bersih, peduli dan profesional juga masih laku di masyarakat. Tapi jika boleh berasumsi, PKS memang sengaja dikerdilkan oleh sebagian pihak yang tidak menghendaki perubahan Banten ke arah yang lebih baik.

Terlepas dari pada pendapat Gandung yang terkesan melecehkan justru menurut pengamatan kecil saya kader PKS menjadi semakin bersemangat untuk mensosialisasikan Jazuli Juwaini sebagai calon gubernur. Semangat kader PKS adalah aset yang paling mahal yang dimiliki partai dakwah ini. Mereka seperti tak ubahnya mesin birokrasi yang berjenjang sistematis rapih dan massif.

Justru ketika semakin dilecehkan kader PKS semakin low profile dan bekerja tanpa pamrih. Sepertinya, mereka ingin menunjukan bahwa kekuatan kader PKS jika sudah memperjuangkan kader sendiri, mereka akan tampil seperti Tsunami yang mempunyai gelombang besar. Tak ada satupun tembok, gedung atau apapun itu bisa menahan laju pergerakan mereka. Kader PKS sepertinya lebih memilih jalan: “satu tindakan lebih baik, dari pada 1000 kata-kata yang hanya wacana.”

Faktor Penentu PKS

Jika dirunut, beberapa faktor keunggulan PKS di pilkada adalah: pertama, jaringan. Tak ada satupun teman atau musuh politik PKS yang tidak mengakui keunggulan jaringan yang dimiliki PKS. Keberadaannya seperti sub-sub sistem yang saling memadukan diri menjadi sistem yang sangat besar. Jaringan yang dimiliki PKS sepertinya memang tak terlihat, tapi saat mereka diberikan tugas tertentu dengan sendirinya mereka akan muncul kepermukaan dari berbagai profesi dan kalangan.

Kedua, bergantung kepada sistem, bukan kepada tokoh. Kelebihan PKS yang lain adalah kader PKS tidak pernah bergantung kepada beberapa tokohnya. Keberadaan kader PKS selalu berdasarkan sistem. Artinya setiap keputusan syuro (rapat) yang sesuai dengan kaidah-kaidah syar’i akan dipenuhinya sepenuhnya oleh para kadernya. Kendati demikian, kader PKS pun ‘ngeh’ terhadap perkembangan marketing politik. Walaupun dalam menjalankan roda organisasi dengan sistem, kini sedikit demi sedikit mereka mulai melambungkan tokohnya di berbagai bidang. Sekarang, coba lihat tokoh PKS semakin banyak eksis di media.

Ketiga, stigma bahwa PKS tidak memiliki dana adalah stigma yang usang. Kemandirian PKS dan sistemnya menjadikan setiap kadernya berdaya. Sedikit sekali saya menemukan jika kader PKS tidak memiliki penghasilan. Sudah banyak pengusaha-pengusaha yang siap mendanai setiap agenda-agenda partai. Artinya jika PKS kita anggap miskin, saya adalah orang yang paling tidak percaya dengan hal itu.

Keempat, karena Banten adalah gerbang indonesia kader PKS semakin bersemangat untuk menaklukannya. Pemikiran yang ‘out of the box’ akan banyak dilakukan ketika tekad seluruh kader sudah memuncak di ubun-ubun. Kisah inspirasi tokoh muda Islam Muhammad Al-fatih yang menaklukan konstantinopel menjadi dasar keyakinan yang mewarnai mimpi setiap kader PKS Banten. Membayangkan pasukan muslim membawa perahu perangnya melewati gunung, tentu saja dalam keadaan biasa ini tidak mungkin dilakukan. Tapi karena kekuatan tekad dan keinginan menaklukan konstantinopel, hal yang paling tidak mungkin pun dilakukan.

Begitu pula Banten, karena memiliki banyak sisi strategis akan menjadi perjuangan yang sengit. Nasib Banten bukan ditentukan oleh Gandung seorang yang pendapatnya banyak mengkerdilkan PKS, tapi jika gandung ingin merubah nasib Banten nampaknya penulis berpendapat partner yang paling tepat adalah PKS. Tapi jika ingin mencari jalan sendiri-sendiri, sepertinya kader PKS justru paling siap melakukannya. Mari kita tunggu saja Tsunami PKS bersama Jazuli Juwaini yang akan segera datang.

Oleh: Dede Kodrat, Penulis Masyarakat Pena Saija

Tidak ada komentar:

Posting Komentar