jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Kamis, 01 Juli 2010

Di Balik Perang Melawan Teroris

Isu terorisme kembali menyeruak, ketika Densus 88 kembali melakukan penggerebekan pada Rabu (23/6) petang di Klaten. Dua tersangka yang diduga teroris tewas dan empat orang lainnya ditangkap.

Banyak pihak menganggap ini hanyalah sebuah rekayasa belaka, dengan berbagai macam tujuannya. Hal ini didasari karena memang sering kali banyak kejanggalan-kejanggalan aneh dan peristiwa lucu ketika terjadi peristiwa teror maupun saat penyergapan teroris.

Berkembang di masyarakat, salah satunya, isu teroris sering kali hanyalah untuk mengalihkan isu saja. Namun terlepas dari semua itu, adalah penting kiranya kita mengetahui tentang war on terrorist atau perang melawan teroris yang dilancarkan oleh Amerika Serikat (AS) dan sekutunya.

War on Terrorist

War on terrorist sejatinya hanyalah topeng untuk memerangi Islam, hal ini terbukti dari beberapa fakta yang terekam di lapangan, bahwa AS lebih banyak menginvasi ke negeri-negeri Islam. Daftar teroris mayoritas adalah umat Islam. Sangat aneh ketika Israel yang jelas-jelas melakukan tindakan teror terhadap warga Palestina tidak dicantumkan ke daftar teroris. Sedangkan Hamas dalam mempertahankan negerinya untuk mengusir penjajah Zionis dimasukkan dalam daftar teroris mereka. Bukti lain, mayoritas korban adalah masyarakat Islam, mereka juga sering menggunakan istilah; teroris Islam, militan Islam, radikal Islam. Hal yang tidak disematkan kepada teroris yahudi (Israel) dan teroris Hindu (Macan Tamil).

Pascaruntuhnya komunis yang dipimpin Uni Soviet, satu-satunya ancaman terhadap dominasi AS terhadap dunia dengan ideologi kapitalismenya, otomatis hanyalah tinggal Islam. Dengan catatan Islam diterapkan sebagai sebuah ideologi. Samuel P Hatington dalam bukunya Who are You? mengatakan, "bagi Barat, yang menjadi musuh utama bukanlah fundamentalis Islam, tapi Islam itu sendiri”.

Sedangkan menurut mereka, ideologi Islam memiliki beberapa kriteria, yakni seperti yang diungkap Mantan PM Inggris Tony Blair saat kongres buruh (16 Juli 2006). Ia menjelaskan, ”Islam sebagai ideologi Iblis: ingin mengeliminasi Israel, menjadikan syariat sebagai sumber hukum, menegakkan khilafah dan bertentangan dengan nilai-nilai liberal.”

Maka dari itu, untuk membendung potensi pesaing ini, AS melakukan berbagai cara guna menanggulanginya. Bermacam kebijakan mereka tempuh, salah satunya dengan melakukan invasi militer secara langsung terhadap negeri-negeri Islam. Selain itu, mereka juga melancarkan perang pemikiran (ghoswul fikri) secara massif sehingga terbukti lumayan ampuh membuat umat Islam sendiri meninggalkan ideologinya, termasuk menanamkan antek-anteknya di berbagai negara untuk memuluskan niat jahat mereka.

Kebijakan perang fisik mereka gunakan untuk melumpuhkan seteru-seteru ideologi mereka di kawasan Timur Tengah dan lainnya, sedangkan kebijakan perang nonfisik (perang pemikiran) di tempuhnya di seluruh negeri Islam. Baik yang diduduki secara militer maupun tidak.

Di Indonesia Pemikiran Amerika (Barat) telah berhasil mendesak masuk ke berbagai sendi kehidupan, (ekonomi, sosial, budaya, politik, dsb). Untuk menyukseskan upayanya ini, mereka juga menciptakan kader-kader intelektual dari tubuh kaum muslim itu sendiri. Mereka telah dicuci otaknya sehingga mindset berpikirnya pun telah berubah menjadi mindset berpikir yang bukan lagi Islam, melainkan pro terhadap Amerika dan bahkan cenderung memusuhi ideologi Islam.

Saking pentingnya perang pemikiran ini, sekretaris menteri pertahanan AS Wolfowitz merekomendasikan, “Saat ini kita sedang bertempur dalam perang melawan teror, perang yang akan kita menangkan. Perang yang lebih besar yang kita hadapi adalah perang pemikiran, jelas suatu tantangan. Tetapi yang (ini) juga harus dimenangkan.” Bermacam sarana dan prasarana mereka gunakan, di antaranya dengan mengintervensi pendidikan, yakni mengatur kurikulum pendidikan yang berbasis sekulerisme, termasuk kurikulum-kurikulum pesantren yang sudah banyak digembosi melalui dana-dana bantuan yang mereka salurkan.

Peran Media Massa

Media massa punya kontribusi besar dalam mempengaruhi hati dan pemikiran masyarakat. Culumbus dan Wolf dalam tulisannya (Pengantar Hubungan Internasional hal.186-187) mengatakan bahwa salah satu fungsi bisnis propaganda adalah memonitor, mengklasifikasi, mengevaluasi, dan mempengaruhi media massa. Para wartawan, kolumnis, komentator, dan pembuat opini yang dianggap bersahabat biasanya diundang ke kedutaan besar. Pihak kedutaan besar biasanya memberikan informasi eksklusif, bila perlu menawarkan bonus. Di negara-negara Barat, peran dinas propaganda luar negeri sangat luar besar. Hal ini mengingat opini publik, kelompok penekan, dan media massa terlibat terus menerus untuk mempengaruhi kebijakan sebuah negara.

Pengamat Ariel Cohen juga pernah merekomendasikan bahwa AS harus menyediakan dukungan kepada media lokal untuk membeberkan contoh-contoh negatif dari aplikasi syariah. Sedangkan ide-ide yang harus terus menerus diangkat ialah menjelekkan citra Islam: perihal demokrasi dan HAM, poligami, sanksi kriminal, keadilan Islam, minoritas, pakaian wanita, kebolehan suami untuk memukul istri.

Itulah strategi mereka. Karenanya, umat Islam sudah seharusnya mengambil langkah-langkah strategis untuk meminimalkan dampak-dampak negatif dari war on terrorist yang dilancarkan AS dan sekutunya ini. Ada beberapa langkah yang harus ditempuh.

Pertama, membina umat, terutama para intelektualnya dengan pemikiran Islam yang ideologis. Kedua, menjelaskan kepada umat secara umum atas kepalsuan ide-ide selain Islam seperti kapitalisme, sosialisme, sekularisme, pluralisme, liberalisme, dst. Ketiga, melakukan dakwah yang bersifat politis dengan mengajak umat untuk menerapkan syariah Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan.

Jika itu sudah kita lakukan, maka Allah sendiri yang akan membalikkan makar sebagaimana tercermin dalam firman-Nya. Allah SWT berfirman: “Mereka membuat makar dan Allah pun membuat makar. Dan Allah itu Maha Pembuat Makar” (QS. Ali Imran:54).

Apa pun bentuknya, tindakan teror yang menyelesihi syara’ jelas dilarang di dalam Islam. Satu hal yang perlu dicatat, perang melawan teroris berarti harus ada pelaku teror dan kejadian teror di tempat itu. Jika tidak ada, alasan apa yang akan digunakan untuk memerangi teroris? Maka tidak heran lagi ketika ada salah seorang artis Hollywood yang mengatakan bahwa George W Bush berada di balik serangan WTC beberapa tahun lalu yang telah dimanfaatkan AS untuk memerangi teroris.

Amerika dan sekutunya merupakan kekuatan yang global, oleh sebab itu harus dihadapi dengan kekuatan yang global pula. Harapan bagi umat Islam masih ada ketika pertolongan dari Allah datang melalui perjuangan kita dalam membentuk kekuatan yang luar biasa, yang mampu menandingi adidaya Amerika.


Oleh: Ali Mustofa, Staf Humas HTI Solo Raya
Sumber: Harian Joglosemar Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar