jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Rabu, 11 Februari 2009

Gimana Kalau JK-HNW?

INILAH.COM, Jakarta. Gayung bersambut. PKS menyambut baik gagasan calon presiden alternatif, M Jusuf Kalla-Hidayat Nur Wahid (JK-HNW). Sekarang saatnya bagi Partai Golkar untuk bersikap. ‘Si Pohon Beringin’ diharapkan tak mencla-mencle lagi dalam menggagas koalisi.

Wacana menduetkan Kalla dengan Nur Wahid, langsung disambar antusias kubu Partai Keadilan Sejahtera. “Patut kita pertimbangkan. Ada peluang bagi Pak JK sebagai salah satu tokoh inspiring man yang mempunyai konsep solusi ekonomi untuk Indonesia yang terkena dampak krisis global,” kata Presiden PKS, Tifatul Sembiring.

Persoalan buka ada pada PKS. Sebaliknya, tanda tanya justru tertuju ke kubu Golkar sendiri. Seorang pengamat politik menilai wajar saja jika PKS mempertanyakan keseriusan Kalla da Golkar maju mencalonkan diri pada Pilpres 2009. Persoalan PKS adalah mereka butuh kepastian dari Golkar.

“JK jadi capres itu suatu yang berani. Tapi, apakah Golkar serius mencalonkan JK sebagai presiden? Ada banyak keraguan,” kata Sekjen DPP PKS Anis Matta saat dihubungi INILAH.COM.

PKS sendiri, hingga saat ini memang belum membahas pencalonan Kalla-Nur Wahid. Lagi pula, PKS memutuska soal ini pada tataran Majelis Syuro sebagai lembaga tertinggi. Tapi, keraguan masih muncul di benak mereka: apakah Golkar serius mengusung Kalla.

“Pak JK itu permasalahannya ada di Golkar sendiri. Apakah Golkar solid mencalonkan Pak JK? Sebab, capres itu harus ada dukungan politik, dukungan massa, dukungan dari pemilih,” tambah Tifatul.

Kritik Anis Matta harus dibaca dengan jernih dan legowo oleh elite dan jajaran Golkar. Sejauh ini, baik Tifatul maupun Anis melihat, tidak ada usaha dari Partai Golkar untuk menggolkan rencana tersebut. Kritik itu sangat mungkin ada benarnya.

Padahal, peluang Kalla sangat besar jika maju lewat partai yang dipimpinnya. Kalla bisa jadi ikon capres dari luar Jawa yang berani mengambil risiko untuk mendobrak kebekuan budaya Jawa yang masih dibaluri mitos bahwa harus orang Jawa yang jadi presiden di Indonesia.

Menurut Anis, Kalla bisa mempelopori orang luar Jawa pertama yang jadi presiden. Seperti Obama yang berasal dari kelompok minoritas, namun mendapat sambutan yang luar biasa.

Jadi, kalau benar JK bisa jadi pelopor, artinya ini merupakan perombakan budaya demokrasi. Toh selama ini JK bisa membuktikan dengan solusi-solusinya. “Dikhawatirkan nanti yang mendapat ilham seperti itu malah orang Papua, yang punya semangat tinggi untuk jadi capres,” kelakarnya.

Kalla belum memberikan sinyal kuat atas isyarat PKS tersebut. Sejauh ini, Kalla sangat peduli dengan efisiensi dalam proses demokrasi. Karenanya sejak tiga tahun lalu, lanjut JK, dirinya dan Golkar ingin memberi masukan dan koreksi terhadap demokrasi yang mahal dan melelahkan di negeri ini. Tujuannya agar pemilu ke depannya dapat berjalan dengan hemat dan tanpa adanya perkelahian.

Pemilu, bagi JK, juga merupakan seleksi atau ujian nasional. Ujiannya adalah orang memilih parpol pada apa yang telah diperbuat parpol lama. Namun bagi parpol baru, harus memikirkan apa yang harus diperbuat, sehingga rakyat bisa memilih nantinya.

“Jika dibandingkan dengan negara Asia lainnya, Indonesia sudah sangat terbuka, termasuk dalam politik. Semoga dengan keterbukaan ini bisa membawa demokrasi yang lebih efisien,” kata Kalla.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar