Jakarta yang Jayakarta adalah Jakarta yang bersih dan beres. Termasuk
bersih dan beres dari aliran sesat, seperti Ahmadiyah. Lalu apa kata
kandidat gubernur DKI Jakarta, Ustadz Dr. Hidayat Nur Wahid soal
pembubaran Ahmadiyah?.
Hidayat mengatakan bahwa sebenarnya sesuai ketentuan Undang-undang yang
berlaku kewenangan pembubaran Ahmadiyah berada di tangan Presiden. Nah,
kata Hidayat, dirinya saat menjabat sebagai Ketua MPR pernah bicara
berdua dengan Presiden SBY terkait hal ini. Saat itu dia katakan kepada
SBY, “Kita ini punya UUD 1945. Kita bukan hanya punya pasal 28 E yang
menjamin kebebasan berekspresi, tetapi kita punya pasal 28 J yang
menyatakan bahwa kebebasan itu dibatasi UU,” kata Hidayat.
Hidayat juga bercerita dirinya didatangi Dubes Inggris untuk Indonesia.
Sang Dubes menanyakan pada Hidayat soal pelarangan Ahmadiyah di
Indonesia dan meminta agar negara tidak mengintervensi keyakinan
warganya. Atas pertanyaan Dubes itu Hidayat menjawab, “Saya harus
mengingatkan anda, Mengapa anda mengintervensi negara saya. Urusan
Ahmadiyah ini urusan negara saya”, katanya.
Sang Dubes kemudian mengatakan jika di negaranya saja Ahmadiyah bebas
dan tidak dilarang. “Anda jangan pura-pura tidak tahu, Anda yang buat
Ahmadiyah”, kata Hidayat kepada sang Dubes ketika itu.
Soal Ahmadiyah, Hidayat berpendirian bahwa kalau memang kalangan
Ahmadiyah cinta kepada Islam, cinta Rasul, cinta Al Quran, kenapa harus
nambah nabi baru lagi. “Jadilah umat Islam”, katanya. Tetapi jika memang
Ahmadiyah mencintai nabi yang lain (Mirza Ghulam Ahmad, red), lebih
baik nyatakan diri sebagai nonmuslim. “Selesai urusannya”, katanya.
Terkait kebijakan apa yang akan dia ambil jika jadi Gubernur DKI,
Hidayat mengatakan, “Kita baru menuju. Kita menang saja belum. Yang
penting kita menang dulu,” katanya.
Sumber: Underground Tauhid
jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu
Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar