Jakarta. Terlepas dari proses seleksi menteri yang tidak lazim untuk posisi pembantu presiden (proses rekrutmen terbuka disertai wawancara dan disoroti media) seluruh posisi menteri untuk kabinet Presiden SBY periode 2009-2014 sudah terisi. Banyak kalangan yang menganggap komposisi menteri kali ini adalah hasil dari dagang sapi SBY dengan parpol pendukungnya.
Indikasinya adalah banyaknya menteri yang ditempatkan tidak sesuai dengan latar belakang keilmuannya atau pengalamannya. Padahal seseorang tanpa keahlian di bidangnya akan mudah distorsi dan dipengaruh pihak lain. Pemimpin harus show the way lead the way. Bagaimana bisa menunjukkan teladan kalau tidak faham pekerjaannya.
Para elit parpol yang terpilih tentu saja bereaksi dengan mengatakan bahwa menteri adalah jabatan politis. Yang menentukan kinerja kementerian adalah kepemimpinan sang menteri. Bukan keahlian spesifiknya.
Menteri diumpamakan manager tim sepak bola. Tidak harus seorang mantan pemain hebat. Yang penting bisa menggunakan dan memotivasi pemain hebat. Rasa-rasanya argumentasi keduanya ada sisi benarnya. Marilah kita lihat bukti seiring dengan akan berjalannya waktu.
Saya mencoba menyoroti salah satu kementerian yang menjadi pusat perhatian para penggiat teknologi dan ilmu pengetahuan yaitu Kementerian Riset dan Teknologi. Di samping Depdiknas Ristek adalah kementrian strategis untuk meningkatkan sumber daya manusia dan daya saing bangsa.
Sayangnya kementerian ini setelah era BJ Habibie seolah sekedar pelengkap penderita. Anggarannya minim. Tak bernasib baik seperti saudaranya Depdiknas. Out put-nya pun seakan hilang ditelan angin politik dan ekonomi yang selalu hiruk pikuk.
Di tengah permainan politik Kementerian Ristek seperti anak bawang yang disapa. "Maaf yah. Kamu belum saatnya mendapat perhatian lebih."
Nahkoda baru Kementerian Ristek, Suharna Surapranata, menjadi salah satu menteri yang mendapat komentar pro dan kontra. Sebagian mempertanyakan kompetensi Suharna di bidang iptek mengingat aktivitasnya yang menonjol selama ini adalah di lingkungan Majelis Pertimbangan Partai PKS.
Bagi mereka yang kontra Suharna boleh jadi sangat dihormati di kalangan PKS. Tapi, itu bukan berarti alasan untuk sukses memimpin kementerian yang membawahi banyak lembaga riset. Gelar Suharna yang "hanya S2 dan bukan doktor" juga menjadi salah satu sumber penilaian miring.
Selama ini nahkoda professor dan doktor saja tidak sanggup menaikkan prestasi ristek secara signifikan. Maklum, para pendahulu Suharna seperti Kusmayanto, Hikam, dan Zuhal adalah guru besar dan peneliti yang beken di tingkat nasional.
Dari sudut pandang sebagai seorang praktisi teknologi dan berdasarkan pengalaman beberapa kali berdiskusi intens dengan Suharna di berbagai event rasanya layak kita mengharapkan gebrakan-gebrakan yang cukup berarti akan diluncurkan dari Kantor Menristek.
Suharna memiliki pergaulan yang cukup luas di kalangan penggiat iptek. Terutama di Jepang. Berbekal pengalaman pernah menjadi peneliti di pusat penelitian Tsukuba Suharna memiliki jaringan yang luas dengan kalangan ilmuwan dan teknolog Jepang.
Hal ini antara lain terbukti ketika di bulan Ramadhan lalu dia besama beberapa personelnya dari MITI (Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia) berkunjung ke beberapa badan riset Jepang dan mendapat sambutan yang sangat antusias.
Kualitas jaringan yang dimiliki seorang menristek akan menjadi kunci berhasil atau tidaknya dia memimpin dan memberikan hasil yang nyata kepada dunia riset dan teknologi Indonesia. Sebagai politisi yang berasal dari PKS yang dikenal memiliki banyak sumber daya dari kalangan ilmuwan dan teknolog Suharna harus membuktikan klaim partainya sebagai partai anak muda yang berpendidikan. Atau partai masa depan Indonesia. Karena turut membidani lahirnya MITI besar kemungkinan MITI dan jaringannya akan menjadi motor andalan menristek meskipun barangkali tidak sekuat ICMI di masa BJ Habibie.
Organisasi MITI meskipun masih muda memiliki ilmuwan dan teknolog handal seperti Dr Warsito yang mendapat berbagai penghargaan tingkat internasional dan teman-temannya, atau Dr Eko Fajar yang dikenal sebagai peneliti chipset yang handal.
Salah satu tema besar yang diusung Kementerian Ristek sejak lama adalah alih teknologi dari negara industri maju. Tetapi, secara jujur harus kita akui kecepatan alih teknologi bangsa kita tertinggal jauh dari negara saingan seperti Malaysia dan Thailand.
Kita boleh berbangga memiliki pabrik pesawat terbang satu-satunya di Asia Selatan dan Tenggara. Atau berbangga dengan tiga reaktor penelitian nuklir yang cukup besar dan kompeten. Tetapi, melihat kemajuan teknologi bangsa secara umum kita masih harus sangat prihatin.
Seperti diketahui Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2020 difokuskan pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tentang pangan, energi, teknologi informasi, transportasi, pertahanan keamanan, dan kesehatan. Tapi, pada teknologi transportasi misalnya, selama puluhan tahun menjadi tempat perakitan dan pemasaran produk otomotif buatan negara maju.
Kita bahkan belum mampu menelurkan satu saja mobil buatan bangsa sendiri yang siap diproduksi massal. Jangankan produksi mobil sendiri. Suku cadang yang ada di pasaran hampir semua barang impor.
Banyak PR yang harus diselesaikan menristek baru. Di samping mensinkronkan lembaga riset yang tumpang tindih menristek diharapkan dapat meningkatkan penerapan teknologi yang dapat dirasakan manfaatnya oleh rakyat.
Dari sudut pandang praktisi teknologi tiga tema yang layak mendapat prioritas antara lain adalah pengembangan kerja sama riset antara universitas dan industri, kewajiban alih teknologi perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia, dan pengembangan teknologi tepat guna.
Pengembangan kerja sama riset antara universitas dan perusahaan adalah hal yang tidak dapat ditawar. Universitas tidak dapat berjalan sendiri dan terlepas dari kebutuhanr iil masyarakat. Di lain pihak dunia industri tidak bisa dibiarkan hanya membeli teknologi dari luar.
Universitas harus berfungsi sebagai mitra industri dalam mengembangkan produk yang dibutuhkan masyarakat. Pemerintah berperan sebagai regulator dan fasilitator. Dengan kebijakan ini salah satu kendala universitas yaitu dana penelitian dapat diatasi. Di lain sisi perusahaan juga mendapatkan untung dengan inovasi-inovasi baru berbasis ilmiah.
Kewajiban alih teknologi perlu dibebankan kepada semua perusahaan asing yang memenuhi syarat tertentu. Syarat tersebut dapat berupa volume penjualan atau persentase share di Indonesia. Kebijakan ini bisa ditempuh dengan mewajibkan perusahaan yang meraup untung sangat banyak dari pasar Indonesia untuk membuat divisi penelitian dan pengembangan (litbang, R & D) di Indonesia.
Tidak cukup hanya dengan mensyaratkan persentasi kandungan produk lokal yang mudah disiasati dengan memilih produk lokal untuk komponen berteknologi rendah. Dengan kebijakan ini kita bisa berharap Nokia dan RIM yang produknya sangat banyak di Indonesia akan menularkan teknologi tingginya. Demikian juga dengan Toyota, Honda, atau pabrikan otomotif lain yang besar di Indonesia.
Tema ketiga, pengembangan teknologi tepat guna, adalah tema yang sudah lama diangkat tapi tetap relevan sampai saat ini. Bila dicermati, kebutuhan primer bangsa kita sebenarnya bisa diatasi dengan teknologi yang levelnya tidak terlalu canggih.
Listrik di daerah terpencil misalnya dapat dibangkitkan dengan kincir air atau turbin angin sederhana. Penggilingan padi dapat dibuat dari komponen yang mudah didapat di pasaran. Penerima gelombang siaran TV dan radio dapat dibuat bahkan dari wajan seperti yang telah didemonstrasikan Onno W Purbo dan teman-temannya. Perhatian pemerintah dalam hal ini menristek akan sangat membantu inventarisasi dan pengembangan teknologi tepat guna seperti ini.
Di atas hanyalah tiga tema besar dari sangat banyak masalah yang menanti perhatian menristek baru. Sebagai menteri yang diusulkan oleh partai politik Suharna memiliki kesempatan untuk membuktikan bahwa wakil parpol juga bisa profesional.
Klaim PKS bahwa partai ini didukung sumber daya manusia yang handal akan diuji. Apakah klaim tersebut hanya sebatas pamer kekuatan saja atau benar-benar merupakan kekuatan yang nyata bergantung pada kinerja Suharna sampai 2014. Dalam kurun waktu itu publik akan menilai sejauh mana kebenaran klaim PKS selama ini.
Selamat bekerja Bapak Menteri.
Oleh: Azhari Sastranegara, Dr.Eng.
Penulis adalah peneliti dan praktisi teknologi. Sekarang berdomisili di Jepang dan bekerja pada litbang perusahaan otomotif. Pemimpin redaksi Majalah Teknologi Online INFOMETRIK (www.infometrik.com).
Menunggu prestasi kader dakwah di mimbar riset dan teknologi. Semangat!
BalasHapus