![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFuENRTDmcpVmh1DWPwhquL7pMocC4WO772s1dVHg5XNEVqbz6DHkoaD1Cqwnq_VznDPWOeNcCkI5Kli4O1ktnWPcs9ylozcjMPTM-DIxIHpeHwZYRFP_wtbboB55E-KZT6_kFhD0udGZr/s200/pks_no8.jpg)
INILAH.COM, Jakarta. PKB sebagai parpol yang dianggap paling konsisiten dan tak macam-macam mendukung SBY-Boediono kini mulai menunjukkan riak-riak ketidaksetiaan dengan menyetujui usulan hak angket soal DPT. PKS pun kini menggusur posisi PKB sebagai parpol paling konsisten ke SBY.
"Dengan menolak usulan hak angket terhadap pelanggaran hak konstitusional warga negara untuk memilih, PKS telah menunjukkan konsistensi sebagai mitra koalisi Demokrat mendukung SBY-Boediono menggantikan PKB," ujar pengamat politik dari UI Arbi Sanit kepada INILAH.COM di Jakarta, Rabu (27/5).
Arbi mengatakan, bila PKB bersama PAN dan PPP berhasil mengalihkan sasaran dari hak angket itu ke KPU, maka ketiga parpol itu akan aman dalam koalisi SBY. Tapi bila hak angket ternyata diarahkan agar pemerintah yang bertanggung jawab, maka ketiga parpol itu dapat dianggap sebagai pengkhianat.
"Kalau ketiga parpol mitra koalisi itu tidak berhasil mengarahkan hak angket ke KPU dan malah membelokan ke pemerintah, berarti mereka itu berkhianat kepada koalisi yang sedang dibangun bersama Demokrat," katanya.
Selain itu, sambung Arbi, hak angket sebenarnya dapat menguntungkan koalisi. Karena bila hak angket ini dianggap berhasil oleh masyarakat, maka parpol yang setuju hak angket itu akan menarik bagi pemilih. "Kalau kerugiannya itu dapat mengurangi kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Makanya, angket itu sebaiknya diiarahkan kepada KPU saja karena yang bertanggung jawab itu KPU," pungkasnya. [mut/ton]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar