![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEijVk_5QsfZVm_w1tzOYZcYcT-fjpzok2IMhFj_oPvHcn871bfpXUm4LVfdd7XcXOLowxyCaKY901qkrHQTX5EIgt2PFzFbAHMCfnAa1AhJU0kCQDjtzZhAojr1lRj_64OJeNlOpWDpeYdP/s200/tifatul_sembiring_headshot.jpg)
PK-Sejahtera Online. Kebiasaan Presiden PKS Tifatul Sembiring setiap lebaran mudik ke Kampung kelahirannya Bukit Tinggi Sumatera Barat. Setelah ahad pagi 20/09 berkhutbah Iedul Fithri di Lapangan PSPT Tebet, sorenya langsung tancap gas nyetir mobil, hobbinya, bersama keluarga.
"Kami baru bisa naik kapal di Pelabuhan Merak, sekitar pk 22.00 malam, gelombang cukup besar, beberapa penumpang muntah-muntah", kata Tifatul.
Penyeberangan Merak - Bakauheuni yang biasa dapat ditempuh hanya 2 jam, kali ini lebih lama, lebih 3 jam, karena tinggi gelombang. Bahkan 'Kapal cepat' dilarang beroperasi, karena sangat berbahaya.
Kami baru sampai di Lampung sekitar pukul 01.00 dinihari, langsung belok kanan ambil Lintas Timur via Sukadana - Menggala.
"Wah, jalannya mulus, sepi sekali, bahkan selama 1/2 jam kami tidak ketemu kendaraan yang berpapasan, saya tancap 130 km/jam, kiri kanan hanya kebun-kebun singkong dan tebu", kisah Tifatul.
Masalahpun timbul, ketika perut mulai terasa lapar, ternyata hampir seluruh restoran sepanjang jalan tutup. Kami mampir di masjid pinggir jalan dan memasak mie instant untuk sarapan. Alhamdulillah kompor gas mini yang dibawa bisa menyala. "Kami masak sendiri, Cukuplah sekedar pengganjal perut", ujar Tifatul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar