![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEho-gw_G_xphO70UBywoE630qX65E6wgKn1uBXP3bZVChnUrNL_SgKl8LeyYW0NKjLWD1rP2WLZPGOT0hKtJuZCDvpybhNPkj-lar8HmSd43_7JKTz9S2xVvRsph367hJ_XjVfIFZnT2lpQ/s200/PKS.bmp)
INILAH.COM, Jakarta. Mengakhiri masa bakti periode 2004-2009, DPR berencana memberikan hadiah cincin emas kepada seluruh anggota parlemen. Namun Fraksi PKS menyatakan menolak gagasan itu. Partai dakwah ini mengusulkan hadiah yang harganya lebih murah.
Hal itu diungkapkan Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq, sebelum mengikuti sidang paripurna, di gedung DPR, Selasa (9/6). Informasi mengenai hal itu, menurutnya baru saja diterima dan tidak ada musyawarah yang melibatkan pimpinan fraksi.
“Karena diputuskan oleh BURT (badan urusan rumah tangga) sebagai alat kelengkapan yang membantu pimpinan dewan,” ujarnya.
Mahfudz menilai, pemberian cincin emas itu tidak perlu, karena setiap anggota DPR memang sudah seharusnya menyelesaikan masa tugas dengan baik. “Jangan sampai cenderamata cincin ini mencoreng kembali wajah dan citra anggota DPR,” kata Mahfudz.
FPKS menurutnya sudah menggelar rapat dan pada prinsipnya tidak menyetujui hal itu. Sebab, keputusannya tidak melibatkan fraksi. “Kita minta BURT dan pimpinan DPR mengambil keputusan untuk membatalkan,” akunya.
Hal itu, lanjut Mahfudz, tidak akan sulit dilakukan, karena memang belum terealisasi dan kemungkinan masih dalam proses. “Yang saya dengar itu baru tender. Kan masih bisa dibatalkan,” sergahnya.
Mahfudz juga mengaku tidak tahu jika pada beberapa periode sebelumnya, cenderamata serupa juga diberikan, karena ia baru mulai menjadi anggota DPR pada periode ini. Seandainya pun memang harus ada cenderamata berharga, ia mengusulkan pembuatan plakat dengan harga sekitar Rp 200 ribu.
“Itu kan bisa dipajang, daripada cincin tidak bisa dipajang. Dipakai juga katanya ada lambang DPR-nya. Aneh juga kalau mau dipakai. Jadi bisa dipakai bentuk lain. Jangan cincin,” usulnya.
Cincin yang akan dibagikan ke anggota DPR periode 2004-2009 itu dikabarkan menelan anggaran Rp 5 miliar. Namun, Ketua DPR Agung Laksono membantah dan menyebutnya Rp 2 miliar dan telah berlangsung hampir tiga periode.[nuz]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar