![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiHu4gasAlKiPJ2XKqdXw5H1UaWdm6O8FX-ojFDmpZ1p3md5wfbG7femXb85Qis4S-TNny33t7dQp5EvShtsvQdjdstNiGjiecrO1BNWQqvU8GGU5YRNsQ-goSFSMkKeXjL-ufWnmN56FJC/s200/islamicbannertu6.jpg)
INILAH, Medan. Pemberlakuan UU Pornografi tidak dapat disamakan dengan proses Islamisasi. Karena UU itu bertujuan semata-mata untuk menjaga moral anak bangsa.
"Moral itu bersifat universal dan bukan hanya ada dalam Islam. Agama lain juga mengajarkan pentingnya menjaga nilai moral," jelas dosen IAIN Sumatera Utara Ansari Yamamah, MA di Medan, Rabu (5/11).
Menurut dia, ada indikasi telah terjadi kesalahpahaman dalam pemberlakuan UU Pornografi dengan mengidentikkan peraturan itu terhadap Islam. Ia menengarai pengidentikkan UU Pornografi itu dengan Islam dilakukan kelompok tertentu agar agama lain melakukan penolakan.
"Padahal UU Pornografi dimaksudkan untuk menjaga nilai moral yang ada di masyarakat agar tidak terpengaruh dengan kegiatan yang berbau pornografi. Agama lain juga mewajibkan penganutnya menjaga moral dalam kehidupan sehari-hari. Jadi tidak tepat jika UU APP diartikan dengan kepentingan Islam semata," katanya.
Ia menambahkan, sebagai negara yang masih menganut budaya ketimuran, Indonesia sangat wajar memiliki UU Pornografi. Bahkan, negara yang sekuler dan kapitalistis seperti Amerika Serikat dan Belanda pun memiliki UU Anti Pornografi, meski materinya berbeda.
“Indonesia kebablasan memahami arti kebebasan. Sehingga salah mengartikan UU Pornografi mengekang kemerdekaan orang lain,” ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar